Anna Liubyma menyatakan keinginan rekan-rekannya pengusaha Ukraina untuk membuka peluang kerja sama yang lebih erat dengan Indonesia. Hal itu, kata dia, tidak harus terkendala total oleh perang yang masih berlangsung hingga saat ini. Anna mengatakan, sebelum meletusnya perang, nilai perdagangan antara Indonesia-Ukraina mencapai 1,24 miliar dolar AS atau sekitar Rp 19 triliun per tahun.
JERNIH– Empat warga terpilih Ukraina mewakili bangsa yang tengah dirundung perang tersebut, menyatakan terima kasih untuk konsistensi Indonesia mendukung perjuangan bangsa mereka dalam perang melawan Rusia yang telah berlangsung setahun ini. Menurut mereka, sebagaimana bangsa Indonesia di masa lalu, saat ini mereka pun tak memiliki banyak pilihan selain terus berjuang untuk menghadirkan Kembali kedamaian dalam kehidupan dengan cara sesegera mungkin mengakhiri peperangan dan mengusir tentara Rusia.
Keempat warga terpilih yang datang sebagai delegasi masyarakat Ukraina tersebut adalah Prof. Olexiy Haran, guru besar ilmu politik dari National University of Kyiv-Mohyla Academy (UKMA); Alim Aliev, deputy Dirjen Ukrainian Institute serta pendiri Crimea SOS; Direktur Departemen Kerja Sama Internasional Kadin Ukraina (UCCI) Anna Liubyma, dan Liubov Tsybulska, ahli stategi komunikasi dan pendiri Center of Strategic Communication (CSC) di bawah Kementerian Kebudayaan Ukraina.
Menurut Alim Aliev, saat pertama kali perang berkobar di Ukraina 2014, komunitas Muslim Tatar Krimea menjadi salah satu korbannya. Ia juga mengatakan, dirinya berhasil keluar dari Krimea, sementara saudara kandung dan ibunya masih terjebak di wilayah yang hingga kini diokupasi Rusia tersebut. Sebagaimana diketahui, etnis Tatar-Krimea adalah etnis minoritas Muslim di wilayah Ukraina yang sejak 2014 diambil-alih Rusia itu.
“Mereka berusaha menghancurkan identitas kami dengan melarang para pemimpin dan organisasi keagamaan kami. Tatar Krimea sekarang menjadi bahasa yang hilang,”kata Alim dalam sebuah diskusi yang digelar mantan Duta Besar Indonesia untuk Ukraina, Yuddy Chrisnandi, di Jalan Kertanegara 65, Jumat (10/2) sore.
Sementara Liubov Tsybulska mengatakan, sebagaimana warga Indonesia pada saat Perang Kemerdekaan usai Perang Dunia II, warga Ukraina saat ini pun tak punya pilihan. “Pilihannya hanya berjuang. Rakyat Ukraina akan terus berjuang, apa pun yang dihadapi untuk mewujudkan perdamaian serta menegakkan martabat kemanusiaan kami,”kata Ms Tsybulska. “Kami ingin perdamaian, karena itulah sayu-satunya kondisi yang memungkinkan kita semua mencapai kemajuan.”
Ditanya tentang rencana Rusia untuk melipatgandakan serangan dengan menerjunkan 500 ribu personel dan menggelar Tank T-14 Armata yang fenomenal, Prof. Olexiy mengiaskannya dengan datangnya perampok ke dalam rumah.
“Jika rumah Anda diserbu, harta benda dirampas bahkan anak Anda dibunuh, tak banyak pilihan Anda kecuali melawan. Kami mendambakan perdamaian, yang mungkin tak bisa diraih kecuali dengan melawan habis-habisan,”kata Prof Olexiy. Ia melihat semangat tempur yang tinggi di antara tentara dan warga Ukraina, dan itu memberinya keyakinan akan kemenangan.
Dalam kesempatan tersebut, Alim juga menyayangkan Rusia yang sengaja membenturkan identitas dengan cara memobilisasi Muslim dari wilayah Rusia yang terbelakang seperti Kaukasus utara, dan mengirim kaum Muslim itu untuk memerangi Ukraina yang sebagiannya juga Muslim.
Berbeda fokus dengan yang lain, mewakili kalangan pengusaha Ukraina, Anna Liubyma menyatakan keinginan rekan-rekannya pengusaha Ukraina untuk membuka peluang kerja sama yang lebih erat dengan Indonesia. Hal itu, kata dia, tidak harus terkendala total oleh perang yang masih berlangsung hingga saat ini. Anna mengatakan, sebelum meletusnya perang, nilai perdagangan antara Indonesia-Ukraina mencapai 1,24 miliar dolar AS atau sekitar Rp 19 triliun per tahun.
“Setelah invasi, perdagangan dengan Indonesia hampir sepenuhnya dihentikan,” kata Anna. Dia mengatakan, pihak Kadin Ukraina (UCCI) tidak berhenti berjuang untuk terus menjalin kerja sama dengan seluruh negara, tak terkecuali Indonesia. Berkenaan dengan Indonesia, Anna menyadari bahwa begitu banyak peluang menarik di berbagai sektor, antara lain, pertanian, teknologi informasi, pengolahan makanan, bidang farmasi, juga energi. [ ]