Site icon Jernih.co

Demonstran Hari Kemarahan: Hanya Satu Pilihan, Lawan!

JAKARTA—Protes di ‘Hari Kemarahan’ Selasa 26 November kemarin diikuti ribuan warga Palestina, untuk menentang keputusan AS yang menetapkan bahwa permukiman Israel di Tepi Barat tidak illegal, pekan lalu. Dalam bentrokan yang terjadi seiring aksi, setidaknya 77 demonstran terluka diserang polisi Zionis Israel.

Ribuan warga Palestina di wilayah pendudukan Zionis di Tepi Barat, memprotes pengumuman AS yang mengatakan tidak lagi percaya permukiman Israel di Tepi Barat melanggar hukum internasional. Menurut organisasi social medis Bulan Sabit Merah Palestina, setidaknya 77 demonstran terluka oleh pasukan Israel. Untunglah, semua tergolong cedera ringan hingga sedang, mulai dari penghirupan gas air mata hingga luka tembak peluru karet.

Diorganisasi Partai Fatah, ‘hari kemarahan’ itu digelar memprotes pengumuman pemerintahan Trump terkait permukiman Israel. Keputusan Trump itu mengakhiri 40 tahun kebijakan Amerika selama ini, dan mendukung pandangan garis keras Israel dengan mengorbankan upaya Palestina untuk menjadi sebuah negara merdeka.

Sekitar 2.000 orang berkumpul di kota Ramallah pada tengah hari. Sekolah, universitas, dan kantor pemerintah ditutup, dan demonstrasi diadakan di pusat kota di sekitar Tepi Barat.

“Kebijakan Amerika yang pro-Israel dan dukungannya untuk pendudukan Israel membuat kami hanya memiliki satu opsi: lawan!” teriak  Mahmoud Aloul, seorang pejabat dalam gerakan Fatah, sebagaimana dikutip Al Jazeera.

Para demonstran memegang papan bertuliskan: “Trump menuju pemakzulan, (Perdana Menteri Israel Benjamin) Netanyahu ke penjara, pendudukan akan pergi, dan kami akan tetap berada di tanah kami.”

Al Jazeera melaporkan, di kota Nablus para pengunjuk rasa membakar bendera AS dan Israel karena–apa yang mereka katakan, ‘bias Washington terhadap pendudukan Israel’.  Di pos pemeriksaan Israel dekat Ramallah, Betlehem, dan Hebron, ratusan pengunjuk rasa melemparkan batu ke pasukan Israel yang merespons dengan gas air mata.

Para demonstran datang hanya beberapa jam setelah kematian seorang tahanan Palestina di dalam tahanan Israel setelah berjuang melawan kanker. Penyelenggara Hari Kemarahan sebelumnya juga menyerukan protes—yang direncanakan sejak sebelum kematiannya—untuk menyerukan pembebasan Sami Abu Diak (35 tahun). Pendemo meminta Israel mengizinkannya mati di rumah keluarganya. Dengan dingin pemerintah Zionis Israel menolak permintaan itu. Abu Diak telah dipenjara selama 17 tahun sejak penangkapannya selama Intifadah kedua. Artinya, saat ditangkap ia berusia 18 tahun. [ ]

Sumber : aljazeera

Exit mobile version