London — Boris Johnson terpilih sebagai perdana menteri Inggris. Dewan Muslim Britania (MCB) memperingatkan akan terjadinya peningkatan Islamophobia.
“Saat kampanye kami dihantui keprihatinan lama tentang kefanatikan dalam politik kami, dan partai yang akan memerintah,” kata Harun Khan, sekretaris jendral MCB.
“Sekarang, kami khawatir Islamophobia siap dimasak di pemerintahan,” lanjutnya. “Boris Johnson telah dipercaya memegang kekuasaan, semoga dia bertanggung jawab untuk semua orang Inggris.”
Peringatan ini dimunculkan menyusul tuduhan wabah Islamophobia yang kian meluas di tubuh Partai Konservatif.
Menariknya, pemilu kali ini memunculkan lebih banyak Muslim di parlemen Inggris. Pada pemilu 2017, kursi parlemen yang diduduki Muslim hanya 15, kini 19.
Dari jumlah itu, 15 kursi diduduki Muslim dari Partai Buruh. Empat lainnya, termasuk kanselir Sajid Javid, dari Partai Konservatif.
Jumlah Muslimah yang duduk di House of Commons kini 10 orang di antara 220 wanita terpilih. Meski demikian umat Islam belum terwakili secara proporsional di parlemen.
Muslim di Parlemen Inggris hanya tiga persen dari 650 anggota. Padahal, populasi Muslim di Inggris sekitar lima persen.
Kekhawatiran Islamophobia pasca kemenangan Boris Johnson kali pertama diperkenalkan Sayeeda Warsi, Muslimah pertama yang menjadi anggota kabinet.
Warsi mengatakan Partai Konservatif harus mulai menyembuhkan hubungannya dengan Muslim Inggris. Ia juga memperlihatkan fakta bahwa rekan-rekannya di Partai Konservatif me-retweet komentar Islamophobia Tommy Robinson dan Katie Hopkins.
Menurutnya, penyelidikan independen terhadap Islamophobia adalah keharusan. Pertempuran untuk menghentikan rasisme harus diintensifkan.