Menurut Sabela, saat ini terbuka lebar peluang untuk menjadi seorang mediator dan arbitrer. DSI sendiri, menurut dua, sudah menjadi rumah bagi sekurangnya 360 mediator dari seluruh Indonesia. “Namun tentu saja jumlah itu sangat tiak memadai dibandingkan lebih dari 270 juta warga negara kita,”kata Sabela.
JERNIH–Dewan Sengketa Indonesia (DSI), melalui Ketua Umumnya Sabela Gayo mengajak semua lapisan masyarakat untuk menjadi mediator, ajudikator, arbitrer, di tengah berbagai persoalan hukum dan sosial yang merebak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Sabela yakin, tersedianya mediator, ajudikator serta arbitrer yang andal dan mumpuni akan mengurangi persoalan bangsa dan friksi sosial yang potensial terjadi.
Hal tersebut diungkapkan Sabela saat memberikan sambutan peresmian layanan mediasi dan arbitrase persaingan usaha yang dibangun DSI, Senin (18/4) petang. Peresmian juga berbarengan dengan acara buka bersama dan memperingati HUT pertama DSI, yang digelar di Gedung Yodya Tower, Jakarta Timur.
Hadir dalam acara tersebut Kepala Biro Hukum dan Kerja Sama UKM Kemenkop, Hendera Saragih; Direktur Kepahlawanan Keperintisan Kesekawanan dan Restorasi Kemensos, Murhardjani; anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Prof. Sylviana Murni; Ketua Umum DSI, Sabela Gayo; Penasihat DSI Didi Apriadi, MH; Kepala Pusat Kepatuhan, Kerja Sama, dan Infomasi Perkarantinaan Badan Karantina Pertanian Kementan, Junaidi; Guru Besar Ilmu Hukum IAIN Syekh Nurjati, Prof. Sugianto, serta Wakil Dirtipideksus Bareskrim Polri, Kombes Pol Helfi Assegaf.
Menurut Sabela, saat ini terbuka lebar peluang untuk menjadi seorang mediator dan arbitrer. DSI sendiri, menurut dua, sudah menjadi rumah bagi sekurangnya 360 mediator dari seluruh Indonesia. “Namun tentu saja jumlah itu sangat tiak memadai dibandingkan lebih dari 270 juta warga negara kita,”kata Sabela.
Sementara, menurut dia, banyak sekali persoalan di masyarakat yang memerlukan bantuan dari profesi mediator, ajudikator maupun arbitrer tersebut.
Paling tidak, kata dia, saat ini saja kebutuhan tersebut dirasakan seiring melonjaknya kasus-kasus perselisihan. “Ada tiga isu mediasi yang menjadi fokus teman-teman di daerah. Pertama, mediator untuk perkara-perkara perempuan dan anak yang melibatkan pemberdayaan perempuan dan kekerasan anak. Kedua sektor mediator perburuhan dan ketenagakerjaan,”kata Sabela. Sementara yang ketiga adalah mediasi untuk perusahaan mikro, kecil menengah dan koperasi, yang tersebar di seluruh kabupaten dan kota di Indonesia.
Sabela dalam sambutan singkatnya itu sempat mengurai makna mediator atau konsiliator, sebagai orang yang ditunjuk untuk melakukan konsiliasi. Konsiliator diartikan sebagai seseorang yang bertindak sebagai perantara antara dua orang atau kelompok yang sedang berselisih, yang menjadi pihak ketiga yang dipercaya untuk membangun relasi komunikasi informal antara perunding dan lawannya, atau orang yang akan diajak konsiliasi.
Dengan kata sederhana, konsiliator adalah seseorang yang membantu dua pihak dalam suatu perselisihan, misalnya majikan dan karyawan, untuk bertemu dan berbicara tentang gagasan mereka yang berbeda dengan harapan mengakhiri ketidaksetujuan.
Adapun untuk menjadi seorang konsiliator harus memenuhi syarat, yang bisa ditemukan dalam Permen No. 10 Tahun 2005 tentang pengangkatan dan pemberhentian konsiliator serta tata kerja konsiliasi.
“Setidaknya dikatakan, ia warga negara Indonesia, pendidikan minimal strata satu (S1), berumur sekurang-kurangnya 40 tahun, memiliki pengalaman di bidang hubungan industrial dan masih banyak lagi. Seluruh syarat menjadi konsiliator bisa ditemukan pada Bab II Pasal 2 Permen No. 10 Tahun 2005,”kata Sabela.
Didaulat untuk turut memberikan sambutan, Penasihat Khusus DSI, Didi Apriadi, MH, mengatakan, Indonesia ke depan akan lebih baik manakala kebutuhan akan mediator terpenuhi. Ia melihat, kondisi penyelesaian hukum yang ada saat ini masih kisruh dan cenderung berlarut-larut.
“Sementara pelayanan hukum yang optimal dan terbaik bagi warga negara itu tentu penyelesaian yang tidak berlarut-larut, yang juga lebih bisa menjanjikan kepastian hukum,”kata Didi. Ia menyentil senator yang mewakili DKI Jakarta, Sylviana Murni, akan pentingnya kolaborasi antara DPD-RI dengan pihak-pihak competen di Tanah Air, terutama DSI, agar persoalan-persoalan sengketa yang kasusnya berlarut-larut bisa segera selesai dan mendapatkan kepastian hukum.
Acara yang penuh keakraban itu ditutup dengan melakukan pemotongan tumpeng sebagai syukuran hari jadi DSI, oleh Didi Apriadi. Pada acara tersebut juga dilakukan penandatanganan kesepakatan Bersama (MoU), antara DSI dengan IAIN Syeikh Nurjati Cirebon, diwakili Sabela Gayo dan Prof. Sugianto. [rls]