Site icon Jernih.co

Di Bawah Kebun Apel, 200 Anak Korban Asimilasi Paksa Terkubur tanpa Tanda

JERNIH — Tk’emlúps te Secwépemc, salah satu suku pribumi asli Kanada, Kamis 15 Juli atau Jumat 16 Juli merilis temuan 200 kuburan massal korban asimilasi paksa di dekat bekas Sekolah Asrama Masyarakat Adat Kamloops.

“Ini kenyataan yang berat,” kata Rossane Casimir, kepala suku Tk’emlúps te Secwépemc, saat memulai presentasi.

Sebanyak 200 kuburan itu diidentifikasi menggunakan radar penembus tanah (GPR). Sejauh ini belum ada upaya penggalian untuk menemukan kebenaran fisik.

Menurut Casimir, temuan awal menunjukan kemungkinan terdapat 215 situs makam potensial. Laporan arkeologi tentang penggalian dan penilaian yang dilakukan di area tak jauh dari situs itu pada akhir 1990-an dan awal 2000-an mendorong Sarah Beaulieu — yang mengoprasikan radas penembus tanah — merevisi jumlah menjadi 200.

Jumlah kuburan yang ditemukan kemungkin jauh lebih tinggi, karena survei dengan GPR hanya mencakup luas satu hektar. Sekolah Asrama Kamloops berdiri di atas tanah seluas 65 hektar.

“Kami akan mengikuti bukti seperti yang diungkapkan,” kata Casimir. “Kami akan mengikuti ilmu pengetahuan seraya memperhatikan lisan memberi tahu para pehintas berbagi dengan kami.”

Di Bawah Kebun Apel

Beaulieu, instruktur di Unibersity of the Fraser Valley, punya pengalaman menyurvei makam komunitas pribumi. Dia juga orang pertama yang menggali situs interniran Perang Dunia 1 di Kanada dan melakukan survei di Kamloops 21-24 Mei 2021.

Bersama para pemimpin komunitas suku Tk’emlúps te Secwépemc, Beaulieu mempresentasikan temuannya yang disebut Kamloops Indian Residential School Le Estcwéý (The Missing) Report.

Ia memilih kebun apel di dekat sekolah sebagai lokasi survei setelah para penyintas menyampaikan cerita tentang anak-anak berusia enam tahun dibangunkan tengah malam untuk menggali kuburan di tempat itu.

Selama presentasi yang menguraikan cara kerja GPR, Beaulieu mengatakan gigi remaja dan tulang rusuk ditemukan di tempat itu. Dia juga mengatakan panjang dan kedalaman kuburan sesuai untuk situs makam anak-anak dan remaja.

Menurut Beaulieu, GPR tidak perlu tahu anak-anak hilang di sekolah asrama karena ada banyak sejarah lisan dan dokumentasi menegaskan fakta ini.

“Penginderaan jauh hanya memberi beberapa kekhususan spasial untuk kebenaran ini,” katanya. “Menurut pengalaman saya bekerja satu dekade dengan GPR, sangat mungkin ada banyak kuburan manusia di wilayah survei.”

Mengungkap Kebenaran

Sekolah Asrama Pribumi Asli Kanada Kamloops mulai beroperasi 1890. Tahun 1969, pemerintah federal Kanada mengambil alih pengelolaan dari Gereja Katolik. Tahun 1978 sekolah ditutup.

Pusat Nasional untuk Kebenaran dan Rekonsiliasi (NCTR) mengatakan pada waktu-waktu tertenu 500 anak terdaftar di sekolah ini. Anak-anak itu pasti berasal dari komunitas First Nation, demikian pribui asli Kanada menyebut dirinya, dari seluruh British Columbia.

Casimir mengatakan sangat penting untuk memastikan para penyintas didengar ketika menyangkut kemtian anak-anak di sekolah asrama. “Kami mencintaimu, kami melihatmu, dan kami percaya padamu,” kata Casimir.

Menurut Casimir, orang menyebut orang menyebut masa-masa sekolah asrama sebagai periode gelap. “Saya ingin semua orang Kanada tahu masyarakat adat hidup dengan dampak periode gelap itu sampai hari ini.

Tidak Belajar Apa Pun

Evelyn Camille, korban selamat Sekolah Asrama Kamloops, membagian kisahnya dipaksa bersekolah selama sepuluh tahun di tempat itu.

Menurutnya, semua siswa tahu setiap anak ingin melarikan diri; pria dan wanita. Ada yang mencoba menyeberang Sungai Thompson Selatan, atau berlari menembus salju selama musim dingin ekstrem yang menyelimuti British Columbia.

Camille tidak pernah menyebut sekolah asrama itu sebagai ‘sekolah.’ “Saya tidak bejalar apa-apa di sana,” katanya. “Setelah sepuluh tahun, saya meninggalkan sekolah untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Namun, saya ditempatkan di level empat.”

Para siswa dipaksa mencuri makanan untuk bertahan hidup, mengalami pelecehan fisik dan seksual, terputus dari budaya, bahasa, dan keluarga mereka.

“Sekolah asrama dibangun untuk menghapus bahasa, budaya, dan tradisi kami,” kata Camille. “Sekolah asrama dibangun untuk memecah keluarga kami. Kami tahu itu. Kami tahu keluarga kami kuat. Kami memiliki komunitas yang sangat kuat.”

Sekolah asrama itu, masih menurut Camille, mengmbil semua yang dimiliki komunitas adat.

Menuntut Kanada dan Gereja

Kini, Casimir menyeru pemerintah federal Kanada mengunkap penuh dan lengkap babak paling gelap bagi komunitas asli, serta menuntut tanggung jawab Missionary Oblates of Mary Immaculate, ordo Katolik yang mengoperasikan lusinan sekolah asrama di Kanada.

Gereja Katolik harus membuka arsip berisi informasi kehadiran siswa, karena masyarakat adat bertanggung jawab mengidentifikasi kuburan tak bertanda yang ditemukan di tanah masyarakat adat.

Casimirjuga meminta pemerintah federal dan propinsi menyediakan dana dan sumber daya berkelanjutan untuk mengidentifikasi, mendokumentasi, memelihara, dan melindungi situs kuburan massal.

“Perdana menteri belum mengunjungi bekas lokasi asrama atau menjangkau komunitas,” kata Casimir. “Saya kecewa.”

Pemerintah British Columbia berkomitmen memberikan 12 juta dolar untuk penelitian di bekas sekolah asrama, serta untuk kesehatan mental dan dukungan budaya bagi komunitas pribumi.

Menteri Utama Britis Columbia John Hogan mengatakan pemerintahnya akan mengambil panduan dari kepemimpinan First Nation pada langkah selanjutnya.

Exit mobile version