Jernih.co

Di Tengah Wabah Virus Corona, Ekonomi Indonesia Kian Lesu

JAKARTA—Untuk pertama kali dalam empat tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kelesuan. Melambatnya perekonomian Indonesia itu mencerminkan perlambatan serupa di negara-negara Asia Tenggara. Persoalannya, kelesuan itu juga dibayang-bayangi teror wabah virus corona.

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis perkembangan perekonomian tersebut Rabu (5/2). Isinya antara lain Produk Domestik Bruto nyata Indonesia hanya naik 5,02 persen tahun lalu, turun dari 5,17 persen pada 2018. Angka itu jauh di bawah target pemerintah  yang mematok 5,3 persen.

Lesunya ekonomi juga ditandai di keseharian dengan kian kosongnya mal-mal akibat bangkrutnya para pedagang

Pertumbuhan tahunan ekonomi Indonesia juga tercatat lebih rendah, meski ekonomi Indonesia terputus dari rantai pasokan global dan terlindung dari guncangan perang dagang.  “Bank Indonesia yang memangkas suku bunga utamanya sebesar 100 basis poin, juga tidak memberikan dorongan bagi perekonomian negara untuk memenuhi target pertumbuhannya,” kata ekonom Shotaro Tani, dalam tulisannya di Nikkei Asian Review.

Perlambatan ekonomi Cina mempengaruhi harga komoditas  yang menjadi sektor utama ekspor Indonesia dan menghambat sentimen konsumen. Investasi asing langsung yang segera ikut meriang juga menjadi hambatan bagi perekonomian.

Nikkei menulis, para investor gagal kembali ke Indonesia, ekonomi terbesar di Asia Tenggara, meskipun ketidakpastian politik menghilang setelah Presiden Joko Widodo terpilih kembali April lalu. Investasi ke Indonesia turun 3,4 persen menjadi 28,2 miliar dolar AS tahun lalu. Penurunan tahun lalu itu menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), merupakan penurunan tahunan kedua berturut-turut.

Lambatnya perkembangan ekonomi dapat memaksa Jokowi untuk mempercepat upaya penerapan reformasi yang tidak popular, seperti perubahan pasar tenaga kerja yang kaku di Indonesia. “Sayangnya setiap harapan akan adanya kemajuan yang lebih cepat itu telah runtuh oleh penyebaran virus corona,” kata Shotaro Tani.

Meskipun Indonesia belum mencatat satu kasus pun, melemahnya permintaan di Cina dapat merusak sektor ekspor. Destinasi populer untuk turis Cina, misalnya Bali, juga tengah dipenuhi berbagai pembatalan perjalanan.

“Kami pikir dampak virus corona baru hari ini terhadap ekonomi makro dapat berpotensi lebih besar dibandingkan dampak wabah virus sebelumnya yang marak pada 2003 dan 2006,” ujar Helmi Arman, ekonom di Citi Indonesia, kepada Nikkei Asian Review.

Ia juga melihat potensi penurunan harga komoditas global yang terjadi, lebih jauh dapat mengarah pada skenario penurunan ekspor Indonesia tahun ini.

Negara-negara Asia Tenggara lainnya juga harus bersiap menghadapi tahun 2020 yang lebih penuh ketidakpastian.  Terhuyung-huyung akibat perlambatan ekonomi yang diperburuk dengan menguatnya mata uang baht, Kementerian Keuangan Thailand pada Januari lalu menurunkan prospek pertumbuhan PDB untuk tahun ini. Bila sebelumnya dipatok 3,3 persen, mereka menurunkannya menjadi 2,8 persen akibat dampak virus corona pada pariwisata.

Nikkei Asian Review  juga mengutip para ekonom di Bank OCBC yang mengatakan dalam sebuah catatan,  pertumbuhan PDB Singapura yang diprediksi naik dari  1 persen menjadi 2 persen untuk tahun 2020 “dapat menurun, jika durasi dan tingkat keparahan wabah semakin memburuk.”

Dengan menggunakan pengalaman wabah SARS pada 2003, mereka memperkirakan pertumbuhan PDB Singapura “berpotensi dipangkas menjadi 0,5 persen hingga 1 persen, jika wabah virus corona saat ini berlangsung selama lebih dari 3-6 bulan.” [NikkeiAsianReview]

Exit mobile version