Jernih.co

Duka di Lereng Lawu, Dua Pelari Siksorogo Lawu Ultra Meninggal Dunia

Dua nyawa melayang di ajang Ultra Trail yang disebut terhebat di Indonesia. Mengapa terjadi? Lantas apa yang mesti disiapkan?

JERNIH –  Dunia lari lintas alam (trail running) di Indonesia diliputi duka mendalam menyusul insiden tragis dalam ajang Siksorogo Lawu Ultra (SLU) 2025 di lereng Gunung Lawu, Jawa Tengah. Dua peserta dari kategori 15 Kilometer (Fun Run), Pujo Buntoro (55) dan Sigit Joko Purnomo (45), dikonfirmasi meninggal dunia pada hari perlombaan, Minggu, 7 Desember 2025. Insiden ini sontak memicu sorotan tajam terhadap faktor keselamatan dan kesiapan dalam olahraga ekstrem.

Kedua korban dilaporkan meninggal dunia akibat dugaan serangan jantung (cardiac arrest), sebagaimana disampaikan oleh Dewan Pembina Kegiatan SLU 2025, Tony Harmoko. Insiden ini terjadi di tengah medan yang sangat menantang dan kondisi lingkungan yang ekstrem.

Korban pertama (Sigit Joko Purnomo) dilaporkan mengalami kondisi medis darurat di sekitar KM 12, tepatnya saat menuruni Bukit Mitis. Lokasi ini dikenal memiliki turunan yang teknikal, licin, dan membebani otot serta jantung. Evakuasi diperparah oleh hujan lebat yang mengguyur, memperlambat proses pertolongan dan pengiriman ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).

Korban kedua (Pujo Buntoro) pingsan lebih dahulu di sekitar KM 8, di area Bukit Cemoro Wayang. Meskipun upaya pertolongan medis segera dilakukan, nyawa korban tidak dapat diselamatkan setibanya di RSUD.

Meskipun keduanya mengikuti kategori 15K—jarak yang relatif pendek—rute di Lawu dikenal tidak main-main. Rute 15K pada SLU 2025 dilaporkan mengalami perubahan dengan penambahan elevasi (ketinggian) signifikan, memaksa peserta melakukan pendakian curam hingga mencapai Puncak Mitis. Kombinasi tanjakan ekstrem (elevasi gain) dan turunan teknikal dapat menimbulkan beban jantung berlebihan, terutama bagi peserta yang memiliki riwayat medis (salah satu korban dilaporkan memiliki riwayat sesak napas).

Insiden ini menggarisbawahi beberapa faktor risiko yang perlu dievaluasi khususnya bagi peserta. Pertama adalah beban jantung yang berlebihan. Lari tanjakan di pegunungan adalah aktivitas intensitas tinggi yang menuntut jantung bekerja ekstra keras. Jika ada kondisi medis yang tidak terdiagnosis, tekanan fisik dan mental yang luar biasa di medan dingin dan lembap dapat memicu kejadian fatal.

Kedua, kondisi lingkungan dan cuaca memainkan peran vital. Hujan lebat di pegunungan tidak hanya membuat jalur menjadi sangat licin dan berbahaya, tetapi juga menyebabkan perubahan suhu ekstrem yang bisa memperburuk kondisi fisik pelari.

Ketiga, meskipun panitia telah mewajibkan surat keterangan sehat, penting bagi setiap peserta untuk melakukan pemeriksaan medis mendalam dan memahami batas kemampuan fisik diri sendiri sebelum mengambil bagian dalam olahraga ultra endurance di pegunungan.

Magnet Lintas Alam Indonesia

Siksorogo Lawu Ultra telah menjelma menjadi salah satu ajang lari lintas alam terbesar di Indonesia, sering disebut sebagai “lebarannya pelari trail”. Gelaran tahun 2025 menarik sekitar 5.700 peserta, meningkat signifikan dari tahun sebelumnya, termasuk partisipasi dari 12 negara.

Event yang menawarkan berbagai kategori (7 km hingga 120 km) ini berpusat di lereng Gunung Lawu, Tawangmangu, dan dikenal menawarkan jalur yang sangat teknikal dengan pemandangan alam khas Lawu.

Secara ekonomi, SLU memberikan dampak besar dengan perputaran uang yang diperkirakan mencapai hampir Rp20 miliar di daerah Karanganyar. Meskipun demikian, pihak panitia mengakui bahwa kejadian ini adalah yang pertama dan terkelam, serta berjanji akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap standar keselamatan dan prosedur tanggap darurat (SOP) untuk memastikan tragedi serupa tidak terulang di masa depan.

Tragedi yang terjadi pada gelaran Siksorogo Lawu Ultra (SLU) 2025 di Lawu menjadi pengingat pahit bagi komunitas lari bahwa olahraga ultra trail di medan pegunungan yang curam dan tidak rata menuntut standar kesiapan fisik dan mental yang jauh melampaui lari di jalan raya biasa. Menyediakan surat keterangan sehat hanyalah formalitas awal; kesiapan ideal seorang pelari harus diukur dari empat pilar utama.

Empat Pilar Kesiapan Ideal Pelari Ultra Trail

1.Kesehatan Kardiovaskular Optimal dan Pengujian Medis Mendalam. Faktor utama yang menyebabkan kematian dalam insiden SLU adalah dugaan cardiac arrest (serangan jantung). Lari ultra endurance, terutama di elevasi tinggi dan di bawah tekanan, meningkatkan beban kerja jantung secara eksponensial.

Jika terdapat kondisi jantung atau paru-paru yang mendasari, seperti riwayat sesak napas yang dialami salah satu korban, risikonya sangat tinggi. Oleh karena itu, bagi pelari yang ingin berpartisipasi dalam event ultra, Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG) dan Stress Test (uji beban jantung) secara berkala sangat disarankan. Uji beban dapat mengungkap potensi masalah jantung yang tidak terdeteksi melalui pemeriksaan fisik rutin.

2. Kekuatan Otot dan Keseimbangan Fungsional. Medan trail yang licin, berbatu, dan tidak rata menuntut stabilitas dan kekuatan otot yang prima untuk menghindari cedera muskuloskeletal. Kekuatan ini harus dibangun di luar sesi lari dengan fokus pada otot-otot penopang utama: otot kaki, inti (core), dan tubuh bagian atas.

 Pelari harus rutin melakukan latihan beban fungsional seperti squat, lunges, dan calf raises untuk meningkatkan keseimbangan dan kemampuan pengereman (braking) saat menuruni jalur terjal.

3. Adaptasi Khusus terhadap Elevation Gain dan Vertical Training. Kategori 15K SLU, yang menelan korban, menunjukkan bahwa bahkan jarak pendek di gunung dapat sangat menantang jika memiliki elevation gain yang tinggi. Pelari harus memahami bahwa rute 10K dengan elevation gain 600 meter jauh lebih berat dan lambat daripada lari datar 15K.

Program pelatihan wajib mencakup lari tanjakan dan turunan secara berulang (vertical training), baik di gunung nyata maupun menggunakan treadmill dengan kemiringan tinggi, untuk membiasakan otot dan jantung dengan tekanan vertikal yang ekstrem.

4. Kesiapan Mental dan Manajemen Nutrisi. Stamina mental yang kuat adalah kunci untuk melewati rasa lelah ekstrem, sakit, dan menghadapi perubahan cuaca mendadak. Selain itu, manajemen nutrisi dan hidrasi yang tepat sangat krusial.

Asupan yang kaya protein, karbohidrat, serta cairan dan elektrolit (seperti kalium) yang cukup, harus direncanakan dengan matang sebelum dan selama lomba untuk menjaga performa otot, mencegah dehidrasi, dan menghindari kram yang dapat berakibat fatal.(*)

BACA JUGA: Pelari Rusia dan Belarusia Dilarang Ikuti Boston Marathon

Exit mobile version