Crispy

Duterte Menyatakan Pensiun dari Politik, Analis: Jangan Percaya….!

  • Rodrigo Duterte adalah presiden paling tidak menepati janji.
  • Tahun 2016, Rodrigo Duterte mencalonkan diri pada jam terakhir.
  • Ia pandai mengubah konstelasi politik, dan membuat lawan tercengang.
  • Namun jurus yang sama tidak bisa digunakan pada situasi berbeda.

JERNIH — Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan tidak akan mencalonkan diri sebagai wakil presiden pada pemilihan umum tahun depan, dan akan pensiun dari politik setelah masa jabatannya berakhir.

Keputusan mengejutkan Duterte diumumkan Sabtu 2 Oktober setelah menemani Senator Bong Go, mantan ajudannya, mengajukan pencalonan sebagai wakil presiden ke Komisi Pemilihan Umum (Comelec).

“Hari ini saya mengumumkan pengunduran diri dari politik,” kata Duterte. “Sentimen luar biasa dari orang Filipina adalah saya tidak memenuhi syarat, dan akan melanggar konstitusi.”

Konstitusi Filipina membatasi setiap orang hanya sekali menjadi presiden dengan masa jabatan enam tahun. Tidak ada ketentuan seseorang yang telah menjadi presiden boleh atau tidak mencalonkan atau dicalonkan sebagai wakil presiden.

Duterte telah menandatangani sertifikat pencalonan diri sebagai wakil presiden. Penentangnya mengatakan akan mempertanyakan legalitas Duterte sebagai calon wakil presiden di depan Mahkamah Agung.

Ancaman ini yang membuat Duterte mempertimbangkan ulang keputusannya bersedia mencalonkan diri sebagai wakil presiden, dan memilih pensiun.

Analis lain mengatakan langkah Duterte membuka jalan bagi Sara Duterte-Carpio, putrinya, mencalonkan diri. Duterte-Carpio adalah calon paling populer saat ini.

Beberapa bulan lalu, Duterte mengatakan tidak ingin putrinya mencalonkan diri sebagai presiden. Sara Duterte bulan lalu mengatakan tidak ingin mengejar jabatan lebih tinggi selain posisi walikota Davao City yang dipegang saat ini.

Rodrigo dan Sara tampaknya telah sepakat hanya satu dari keduanya yang mencalonkan diri untuk jabatan nasional pada pemilu 2022.

Pengumuman Duterte dipastikan mengubah sikap Sara. “Ini memungkinkan Sara mencalonkan diri,” kata Antonio La Vina, profesor hukum dan politik di Universitas Ateneo de Manila.

Namun, masih menurut La Vina, jangan kesampingkan kemungkinan lain. Yaitu, Duterte berubah sikap tiba-tiba, dan menggantikan Bong Go sebagai calon wakil presiden.

Kandidat presiden dan wakil presiden punya waktu sampai Jumat 1 Oktober untuk mendaftar, tapi penarikan dan penggantian diperbolehkan hingga 15 November.

Artinya, masih terbuka kemungkinan Duterte menarik ucapannya. Tahun 2016, Duterte memutusan mencalonkan diri sebagai presiden pada jam terakhir. Keputusan itulah yang membuatnya menang dengan selisih luar biasa besar.

“Ini gaya politik Presiden Rodrigo Duterte,” kata Jamela Alindogan dari Al Jazeera melaporkan dari Manila. “Yang juga harus diingat adalah Duterte punya reputasi sebagai pemimpin tidak menepati janji.”

Yang juga harus diingat adalah posisi Duterte dalam bahaya. Jika penggantinya menyerah pada tekanan Pengadilan Kriminal Internasional, Duterte dipastikan akan diperiksa dan diajukan ke pengadilan di Den Haag dengan dakwaan pelanggaran HAM.

Selama berkuasa, Duterte melancarkan perang melawan narkoba. Ia memerintahkan polisi membunuh tersangka narkoba. Terjadilah banjir darah di jalan-jalan dan permukiman kumuh.

Pemimpin Gereja Katolik Filipina menyebut kepemimpinan Rodrigo Duterte sebagai era pemerintahan teror. Duterte tidak peduli. Ia terus melancarkan perangnya, seperti yang dilakukan saat menjadi walikota Davao City.

Data terbaru yang dirilis pemerintah Juni 2021 menunjukan hingga akhir April 2021 polisi dan pasukan keamanan menewaskan 6.117 tersangka pengedar narkoba.

Namun angka pemerintah yang dikutip PBB pada Juni 2020 menyebutkan jumlah kematian perang melawan narkoba mencapai 8.600 orang. Laporan polisi Filipina tahun 2017 menyebut 16.335 kasus pembunuhan yang diselidiki sebagai pencapaian dalam perang melawan narkoba.

Pada Desember 2016, Al Jazeera melaporkan 6.000 kematian dalam perang melawan narkoba. Jumlah angka yang simpang-siur ini menimbulkan pertanyaan tentang kemungkinan manipulasi data yang dilakukan pemerintah.

Kelompok HAM mengatakan jumlah kematian perang melawan narkoba antara 27 ribu sampai 30 ribu. Mereka menuduh pihak berwenang melakukan eksekusi cepat terhadap tersangka tidak bersalah, termasuk anak-anak.

Penyelidikan PBB menyebutkan dari seluruh korban tewas, 73 anak-anak, dengan termuda berusia lima bulan. Banyak pula penduduk dibunuh orang bersenjata tak dikenal, yang kemudian berubah menjadi polisi.

Selain ancaman Pengadilan Kriminal Internasional, Duterte melihat dirinya berada dalam ancaman balas dendam para gengster narkoba.

Back to top button