JAKARTA – Pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 nantinya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) bakal memperketat persyaratan kandidat, terutama bagi koruptor, pelaku pelecehan seksual anak, dan bandar narkoba.
Salah satu upaya yang bakal dilakukan KPU yakni, membatasi mantan koruptor untuk tak ikut bertarung di Pilkada serentak tersebut. Hal itu setelah melihat studi kasus yang terjadi di Tulungagung dan Kudus. Dimana Bupati Kudus berinisial MT, kembali tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT)pada Juli 2019 lalu. Itu kali kedua pada kasus korupsi.
“Kasus Kudus, orang yang sudah mantan napi koruptor kemudian terpilih dan tertangkap lagi,” ujar Komisioner KPU, Evi Novida Ginting Manik di Jakarta, Senin (25/11/2019).
Jika tak ada larangan yang mengatur, kata Evi, bisa jadi para eks koruptor itu terpilih kembali dan melakukan perbuatan yang sama. Sehingga pihaknya, mencoba memberikan pilihan-pilihan lain kepada pemilih, yakni para kandidat yang bebas dari rekam jejak buruk.
“Kita mencoba memberikan pilihan yang baik, bukan mereka yang melakukan pelecehan seksual pada anak, bandar narkoba, dan mantan koruptor,” katanya.
Oleh karena itu, diharapkan calon yang terpilih merupakan pemimpin baik, bermoral, dan tidak berperilaku korup. “Di tangan mereka (kepala daerah) lah kunci pelayanan publik,” ujar dia.
Namun berbeda dengan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian. Menurutnya, usulan KPU yang melarang eks koruptor maju Pilkada sebagai konsep kuno. Sebab saat ini Indonesia mulai beralih ke konsep restorative justice, yakni dari pemidanaan dengan teori pembalasan menjadi rehabilitasi.
“Terserah rakyat mau pakai konsep mana. Kalau memilih pembalasan, ya balas aja, termasuk dia enggak boleh ngapa-ngapain. Berarti kita kembali ke teori kuno,” katanya beberapa waktu lalu.
Pada awal November 2019, Ketua KPU, Arief Budiman, mengusulkan larangan eks koruptor mencalonkan diri di Pilkada serentak. Alasannya, KPU berkeinginan menghasilkan pemimpin yang terbaik untuk masyarakat.
Karena itu, aturan tersebut masuk dalam PKPU tentang Pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020 nantinya. Meski demikian, agar peraturan tersebut tak digugat, maka meminta DPR merevisi terlebih dahulu.
“Semua pihak kalau saya lihat komentarnya, sepanjang ini diatur di dalam undang-undang maka bisa diterima,” kata Arief.
Sekadar diketahui, KPU sempat membuat peraturan yang melarang calon legislatif eks koruptor maju pada Pilcaleg 2019. Namun aturan itu digugat. Sehingga pada tingkat Mahkamah Agung, perturan itu dibatalkan dan para caleg mantan koruptor bisa mencalonkan.
Pada 2020 nanti, sebanyak 270 daerah yang terdiri dari sembilan Provinsi, 37 Kota dan 224 Kabupaten bakal menggelar Pilkada. [Fan]