SUKA MAKMUE-Dua orang Aparat Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nagan Raya, Jumat (13/12), menerima hukuman cambuk di muka umum yang dilakukan Kejaksaan Negeri Nagan Raya, Provinsi Aceh.
Kepala Kejaksaan Negeri Nagan Raya, Sri Kuncoro, Jumat, di Suka Makmue menyatakan, Kedua ASN tersebut bersama enam orang warga sipil lainnya terbukti melakukan pelanggaran syariat Islam yakni secara bersama-sama melakukan perjudian.
“Para terpidana terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, karena telah melakukan Jarimah Maisir (perjudian),”. Kata Kuncoro. .
Mereka didakwa melanggar pasal 18 dan pasal 19 Qanun (Perda) Aceh Nomor 6/2014 tentang Hukum Jinayat karena terbukti melakukan judi (maisir) dengan sanksi berupa hukuman cambuk. Pelaksanaan uqubat cambuk terhadap para terpidana dalam perkara judi tersebut, dilaksanakan sebagai bentuk penegakan syariat Islam di Aceh.
Pelaksanaan hukum cambuk terbagi dua kelompok yakni Mustafa, Syahrul, Saiful, dan Hasyimi mendapat hukuman cambuk masing-masing sebanyak delapan kali, setelah sebelumnya menjalani kurungan selama 56 hari.
Kelompok berikutnya adalah Abdul Aziz, Rasyidi, M Akbar dan Darwin. Mereka mendapat hukum cambuk sebanyak 22 kali. Mereka sebelumnya juga sudah menjalani 63 hari kurungan.
Sebelumnya, pada hari kamis (5/12/2019), sebanyak 33 orang menjalani juga hukum cambuk di Aceh Tamiang, tempat beberapa orang di antaranya adalah perempuan. Mereka terbukti bersalah melanggar qanun Provinsi Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat di Aceh Tamiang.
Hukum cambuk di Aceh Tamiang dilaksanakan di Halaman Depan Gedung Islamic Center Aceh Tamiang yang juga Kantor Dinas Syariat Islam setempat. Pelaksanaan hukuman cambuk disaksikan juga pejabat terkait dan ratusan warga setempat di tengah guyuran rintik-rintik hujan di Kualasimpang.
Mayoritas, mereka yang menjalani hukum cambuk di Aceh Tamiang, disebabkan masalah maisir atau perjudian dan khamar atau minuman keras serta perjinahan. “Kalau maisir, ada 10 kali cambukan (dikurangi menjadi) delapan. Khamar ada yang 10 kali, dan ada 15 kali, sementara kasus perjinahan tidak mendapat pengurangan hukum cambuk” (tvl)