- UEA menyumbang 50 juta dolar AS untuk pembangunan dua gereja dan satu masjid.
- Belum banyak umat kristen kembali ke Mosul, karena ketiadaan tempat ibadah, peluang kerja, dan saling percaya di antara penduduk.
- Proyek pembangunan kembali Gereja Saa’a akan membuat Mosul kembali memilih ruh sebagai kota multiagama.
Mosul –– Saat menguasai Mosul 2014-2016, ISIS berusaha menghancurkan Gereja Our Lady of the Hour, atau Gereja Al Saa’a. Kini, warga Muslim dan Kristen kota di Irak itu berusaha membangunnnya kembali.
Selama dua tahun berkuasa, Isis menghancurkan banyak gereja di Mosul, dan merusakan lainnya. Gereja Saa’a terus dirusak, dan dihancurkan sampai ke struktur bangunannya, serta mengusir jamaahnya dari kota.
Gereja yang didirikan pada abad ke-18 itu adalah paroki Katolik Roma di Irak Utara, dan Kurdistan. Sebelum Isis masuk, Gereja Saa’a adalah salah satu keindahan kota, dan salah satu monumen bersejarah.
Kini, monumen itu dibangun kembali berkat kemitraan antara Unesco, Uni Emirat Arab, dan Ordo Dominikan Katolik Roma.
Pastor Olivier Poquillon, imam Katolik dari Ordo Dominikan, mengatakan sekitar 50 keluarga Kristen masih berada di Mosul, melewati dua tahun kekuasaan Isis.
Penduduk Katolik yang terusir ragu-ragu kembali ke Mosul yang tinggal puing, setelah ditinggalkan Isis. Mereka adalah orang-orang terlantar di dalam negeri (IDP), tapi mengawasi dengan cermat perkembangan Mosul.
“Saya tidak tahu apakah mungkin bagi mereka untuk pulang,” kata Pastor Poquillon dalam wawancara dengan Al Arabiya English.
Menurut Pastor Poquillon, membangun kembali tempat ibadah akan menjadi tanda penyambutan bagi komunitas Kristen Mosul.
Membangkitkan Mosul
Tidak hanya Gereja Saa’a. Beberapa landmark di Mosul, yang menjadi simbol keberagaman kota dan dihancurkan Isis, sedang dalam pembangunan kembali. Pemulihan ini, kata Pastor Poquillon, menyatukan warga.
Uni Emirat Arab (UEA) berkomitmen mendonasikan lebih 50 juta dolar untuk membangun kembali Gereja Saa’a dan Gereja Al Tahera — gereka Katolik Suriah.
UEA adalah negara pertama di dunia yang berkomitmen merekonstruksi gereja Kristen di Irak.
Popquillon mengatakan pembangunan gereja-gereja di Irak tidak mungkin terwujud tanpa kemurahan hati UEA. Menteri Pengembangn Kebudayaan dan Pengetahuan UEA Noura Al Kaabi berharap umat Kristiani kembali ke Mosul, dan situs-situs yang diperbaiki menjadi simbol masa depan Irak.
UEA juga membangun kembali Al Nuri, masjid abad ke-12 di Mosul. Tahun 2017, masjid diledakan Isis.
“Ini adalah contoh keberagaman yang saling menguntungkan bagi masyarakat,’ kata Poquillon.
Kepulangan Kristen
Isis tidak hanya merusak bangunan bersejarah Mosul, tapi juga tatanan sosila dan kedekatan masyarakat.
Kepulangan umat Kristen Mosul sangat ditentukan beberapa faktor; bangunan ibadah, keselamatan, fasilitas dasar, kualitas pendidikan, dan peluang ekonomi.
“Beberapa umat Kristen kembali dan bekerja di Mosul, tapi tantangan utama berikut adalah membangun kembali kepercayaan di antara masyarakat dan komunitas,” kata Poquillon.
“Menghidupkan kembli ruh Mosul akan memainkan peran positif,” lanjutnya.
Unesco sejauh ini mengontrak empat perusahaan Irak, dan mempekerjakan penduduk lokal untuk pemulihan situs-situs suci. Unesco juga berharap menciptakan pelatihan dan peluang kerja bagi 1.000 penduduk Mosul.
Irak kini sedang menghadapi pandemi Covid-19, yang membuat banyak gereja dan masjid sepi. Namun di Mosul, gereja-gereja dan masjid muncul kembali dari puing-puingnya.