JERNIH – Pengadilan Swiss setuju untuk mendengarkan pengaduan hukum dari warga Pulau Pari, di Kepulauan Seribu terhadap raksasa semen Holcim , yang menuduh perusahaan tersebut gagal melakukan upaya yang cukup untuk mengurangi emisi karbon
LSM Swiss Church Aid (HEKS/EPER), yang mendukung para pengadu, mengatakan Senin (22/12/2025) pengadilan telah memutuskan menerima pengaduan hukum tersebut. Holcim mengkonfirmasi keputusan tersebut dan mengatakan pihaknya berencana untuk mengajukan banding.
Pengaduan tersebut diajukan pada Januari 2023 oleh empat penduduk Pari, sebuah pulau dataran rendah di Indonesia yang telah berulang kali dilanda banjir akibat kenaikan suhu global yang menyebabkan naiknya permukaan laut. Kasus ini diajukan ke pengadilan di Zug, Swiss, tempat Holcim bermarkas
Menurut HEKS, ini adalah pertama kalinya pengadilan Swiss menerima gugatan iklim yang diajukan terhadap sebuah perusahaan besar. Jika berhasil, ini juga akan menjadi kasus pertama yang berupaya meminta pertanggungjawaban hukum sebuah perusahaan Swiss atas kontribusinya terhadap pemanasan global, demikian pernyataan kelompok tersebut sebelumnya.
Gugatan ini juga termasuk di antara kasus iklim pertama yang diajukan oleh orang-orang di Global South yang secara langsung terdampak oleh perubahan iklim dan merupakan bagian dari dorongan yang semakin besar untuk mendapatkan kompensasi atas “kerugian dan kerusakan”, kata para aktivis yang mendukung kasus tersebut.
Organisasi nonpemerintah yang mendukung penggugat mengatakan bahwa Holcim dipilih karena merupakan salah satu penghasil emisi karbon dioksida terbesar di dunia dan perusahaan “karbon utama” terbesar yang berbasis di Swiss.
Sebuah studi yang ditugaskan HEKS dan dilakukan Climate Accountability Institute yang berbasis di Amerika Serikat menemukan bahwa Holcim mengeluarkan lebih dari 7 miliar ton karbon dioksida antara tahun 1950 dan 2021 – sekitar 0,42 persen dari total emisi industri global selama periode tersebut.
Holcim menyatakan komitmennya untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050 dan mengikuti jalur berbasis sains untuk mencapai tujuan tersebut. Perusahaan tersebut mengatakan telah mengurangi emisi CO2 langsung dari operasinya lebih dari 50 persen sejak tahun 2015.
Para penggugat menuntut ganti rugi atas kerusakan akibat perubahan iklim, kontribusi keuangan untuk langkah-langkah perlindungan banjir di Pulau Pari, dan pengurangan emisi karbon Holcim secara cepat. Menurut Asosiasi Semen dan Beton Global, produksi semen menyumbang sekitar 7 persen dari emisi karbon dioksida global.
