Haaland, dingin seperti es, menuntaskan peluang dengan satu ayunan kaki yang tak memberi ruang bagi Onana. Gol kedua datang 15 menit berselang: transisi cepat City, umpan yang menusuk, dan naluri predator Norwegia
JERNIH – Derby Manchester pada 14 September 2025 di Etihad Stadium bukan sekadar duel gengsi, melainkan panggung megah bagi Erling Haaland untuk kembali mengukuhkan dirinya sebagai predator paling berbahaya di Premier League. Manchester City tampil dominan dan menutup laga dengan kemenangan telak 3-0 atas Manchester United. Dan, seperti sudah diduga banyak orang, Haaland menjadi pusat cerita.
Bintang asal Norwegia itu hanya butuh dua sentuhan mematikan untuk membungkam lawan sekota. Dua gol di babak kedua—menit ke-53 dan 68—lahir dari kecerdasan membaca ruang dan naluri predator yang tak bisa diajarkan.

Gol pertama datang setelah blunder kecil United dalam membangun serangan dari belakang. Haaland, dengan ketenangan khasnya, menghukum kesalahan itu tanpa ampun. Gol kedua, lahir dari transisi cepat City, menunjukkan mengapa ia disebut mesin gol: satu kontrol, satu sepakan, dan gawang Andre Onana kembali bergetar.
Menariknya, Haaland tidak banyak menyentuh bola sepanjang laga. Namun setiap kali ia bergerak, selalu ada bahaya yang mengintai. Pergerakan tanpa bolanya membuat bek United tak pernah merasa aman. Tekanan derby? Justru jadi bensin tambahan. Haaland terlihat lapar, menekan lawan, dan tak henti meminta suplai dari rekan setimnya.
Di balik dua gol itu, ada peran besar Jeremy Doku dan Phil Foden yang membuka ruang dan memecah konsentrasi pertahanan United. Haaland, dengan insting tajamnya, tahu persis kapan harus menusuk ke kotak penalti.
Setelah laga, ia tak bisa menahan rasa puasnya.
“Kita selalu ingin menang di derby, tapi hari ini kita bisa merasakannya lebih jauh. Saya sangat lega, sangat senang kita bisa melakukannya bersama-sama,” ujar Haaland.
Bagi City, kemenangan ini adalah lebih dari sekadar tiga poin—ini adalah pernyataan. Meski sempat diragukan karena “mandul” di beberapa laga awal musim, Haaland membuktikan bahwa dirinya tetap mesin utama dalam perburuan gelar.
Pep Guardiola pun tak ragu memberikan sanjungan khusus.
“Saat dia berada di momen seperti ini, tidak ada penyerang di dunia yang bisa menandingi rasa lapar dan kehadirannya di kotak penalti,” tegas Pep.
Musim memang masih panjang, tetapi satu hal jelas: Haaland kembali, dan Premier League sekali lagi dipaksa untuk tunduk pada kekejaman instingnya.(*)
BACA JUGA: Ikuti Jejak Sang Ayah, Erling Haaland Pindah ke Manchester City