”Jadi setelah diluncurkan secara resmi oleh Wakil Presiden (Wapres), maka pelaksanaan Perpres RAN PE sudah menjadi sebuah kebijakan nasional yang harus diimplementasikan”
JAKARTA – Pemerintah telah resmi meluncurkan pelaksanaan Peraturan Presiden (Perpres) Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Ekstremisme (RAN-PE) berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme sebagai regulasi dan pedoman dalam membangun strategi komprehensif.
Dalam desain ini, pelaksanaan Perpres RAN PE telah membentuk suatu formulasi pencegahan ekstremisme dengan sistematis terpadu dari tingkat pusat hingga daerah, baik dari pemerintah hingga seluruh lapisan masyarakat.
Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, mengatakan dengan adanya pelaksanaan Perpres RAN PE diharapkan mampu membangun deteksi dini dan partisipasi publik dalam mencegah penyebaran paham ekstremisme yang mengarah pada kekerasan.
”Jadi setelah diluncurkan secara resmi oleh Wakil Presiden (Wapres), maka pelaksanaan Perpres RAN PE sudah menjadi sebuah kebijakan nasional yang harus diimplementasikan. Jadi seluruh elemen Negara harus sadar bahwa Perpres ini sudah ‘mengikat’ dan harus dilaksanakan,” ujarnya di Jakarta, Jumat (25/6/2021).
Ia menambahkan, seluruh elemen negara termasuk Kementerian dan Lembaga (K/L) harus turut serta berkontribusi dalam melaksanakan RAN PE, sehingga keterlibatannya bisa secara semesta. Termasuk Organisasi Masyarakat (Ormas), kampus, hingga Civil Society termasuk kontribusi orang perorangan masyarakat seluruhnya.
“Disini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai koordinator, sebagai ujung tombak di dalam pelaksanaan RAN PE ini secara reguler dapat memantau, melihat atau mengingatkan kepada K/L terkait supaya RAN PE bisa diimplementasikan,” katanya.
Kontribusi K/L terkait tentunya disesuaikan dengan bidangnya. Misal, Kemenerian Koperasi UMKM, jika nanti ada penempatan pembinaan napiter atau mantan napiter, maka porsinya membantu dalam pengembangan industri kecil dan pelatihan.
“Kemenkominfo yang mungkin costnya agak besar, terlibat dalam menata seluruh, misalnya yang berbau online radikalisation. Misalnya bagaimana di desain untuk menangkal situs-situs radikal, memonitornya, membersihkannya, merapikan dan seterusnya,” kata dia.
Oleh sebab itu, dirinya menyebut setiap K/L nantinya bisa juga menyetor nama untuk menugaskan sejumlah orang untuk menindaklanjuti RAN PE tersebut. Termasuk juga penganggaran, jenis aktivitas yang harus disesuaikan oleh K/L masing-masing.
Ia berharap, agar BNPT betul-betul memonitor K/L terkait dalam pelaksanannya Perpres RAN-PE tersebut. Sehingga, RAN-PE yang dicanangkan oleh Wapres, Ma’ruf Amin beberapa waktu lalu hanya sebagai formalitas bernegara saja.
Dirinya melihat keberadaan Perpres RAN PE sudah cukup lengkap jika dilihat lampirannya yang di brake down untuk tanggung jawab di masing-masing sektor. Selain memonitor pelaksanaan yang dilakukan K/L terkait, BNPT juga harus memonitor pelaksanaan RAN PE yang dilakukan oleh non governance seperti civil society ataupun masyarakat.
“Selain memonitor pelaksanaan di sektor pemerintahan, pelaksanaan yang non governance atau masyarakat juga harus dipisah, harus ada koordinatornya yang melakukan monitoring. Misalnya sudah berapa banyak NGO yang sudah melakukan inisiatif dalam rangka RAN PE,” ujar dia.
Meski dengan keterbatasan anggaran yang ada sekarang, karena adanya pandemi Covid-19, pelaksanaan RAN PE harus bisa dimaksimalkan, misalnya dengan memilih sasaran strategis yang lebih didahulukan, kemudian efisiensi salah satunya dengan memanfaatkan teknologi digital.
“Dengan situasi masa pandemi Covid-19 ini tentunya kita bisa memanfaatkan teknologi digital. Karena kelompok-kelompok (radikal) itu juga memanfaatkan teknologi digital, bermain secara online. Maka di zaman era digital ini yang dibutuhkan yaitu kreativitas. Intinya jangan sampai kalah kreatif sama kelompok radikal,” ujarnya.