Site icon Jernih.co

Haram PSI Ikut Sodorkan Ide Gagasan Presiden Tiga Periode

“Yaitu partai oportunis yang suka mengekor pada apapun asal memberi mereka sedikit bagian,” kata Richard menilai.

JERNIH-Ketika politikus bersilat lidah dengan menolak usulan penundaan yang inkonstitusional namun menyodorkan gagasan penambahan periode kekuasaan Presiden melalui jalan mengamandemen UUD 1945, Rocky Gerung, menyebutnya dungu sebab antar wacana satu dengan yang lainnya tak ada kepaduan ideal (Inkoherensi).

Sebelumnya, usulan inkoherensi tersebut disampaikan Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Dea Tunggaesti yang mengatakan bahwa usulan soal tiga periode Jokowi menjabat sebagai Presiden pasca 2024 nanti, lebih logis ketimbang memperpanjang masa jabatan melalui upaya penundaan Pemilu. Dia bilang, dengan cara ini pihaknya justru ingin melindungi Jokowi secara konstitusional.

Dea mengklaim, aspirasi bahwa rakyat menginginkan Jokowi meneruskan kepemimpinannya menjadi tiga periode, terus menguat. Dan jalan satu-satunya ya melalui amandemen UUD 1945 yang memungkinkan hal ini bisa dilakukan.

“Ini adalah pilihan paling adil, dan nantinya tidak hanya Pak Jokowi, tetapi Pak SBY bisa ikut berlaga kembali. Begitu juga Pak JK bisa ikut berkompetisi sebagai kandidat calon wakil presiden melalui mekanisme pemilu yang jujur, adil, dan transparan pada tahun 2024,” katanya.

Pasca pernyataan itulah, Rocky Gerung menilai bahwa ide yang disodorkan Dea masuk ke dalam kategori dungu. Tentu, Sekjen PSI tersebut tak terima dinilai begitu oleh pengamat politik itu.

“Saya berterima kasih atas komentar Bapak yang menyebut pernyataan saya sebagai pernyataan yang dungu dan bodoh. Komentar yang saya terima dengan lapang dada mengingat saya yakin komentar tersebut pasti datangnya dari seorang yang sangat pintar dan pastinya supercerdas,” kata Dea menanggapi Rocky melalui keterangan tertulis, pada Rabu (9/3) lalu.

Di lain pihak, pendiri Perhimpunan Pendidikan Demokrasi Rachland Nashidik menilai yang dikritisi Rocky bukanlah personal Dea, melainkan pikirannya yang menyodorkan penolakan penundaan Pemilu tapi menginginkan Jokowi tiga periode.

“Persisnya terhadap ketiadaan koherensi dalam pikiran,” kata Rachland pada Jumat (11/3).

Dia sepakat dengan pernyataan Rocky bahwa ijazah cuma membuktikan bahwa seseorang pernah sekolah, tapi bukan tanda orang pernah berpikir. Apalagi menurutnya, sebagai partai yang diisi anak muda, seharusnya PSI menyodorkan gagasan politik progresif bukan malah mengekor pada upaya mengembalikan otoritarianisme.

Terlebih ketika Dea menyeret nama mantan Presiden SBY dalam pernyataannya yang secara konsepsional dan faktual, berada di luar gerbong PSI.

“Sudah sejak ia masih berkuasa, SBY menolak penambahan periode berkuasa. Justru ia, sebagai Ketua Fraksi ABRI kala itu, aktif mengupayakan demokrasi konstitusional (constitutional democracy) yang salah satu prinsip fondasionalnya adalah membatasi, bukan menambahi, periode kekuasaan presiden. Secara histioris, ini bertujuan mencegah Indonesia kembali menjadi negara otoritarian akibat memiliki pemimpin otokratik dan korup,” kata Rachland menjelaskan.

Dia juga menyebutkan, ide amandemen konstitusi sebenarnya tidak haram dan sah saja dilakukan. Namun kalau merubah konstitusi dengan tujuan menambah masa berkuasa Presiden yang tengah memegang kekuasaan, tentu sangat berbahaya bagi demokrasi konstitusional.

Apalagi, Indonesia pernah mengalami masa ketika kekuasaan dipegang terlalu lama oleh seorang Presiden. Namun jika amandemen konstitusi dilakukan untuk menambah hak dasar dan kebebasan sipil warga negara atau untuk mendefinisikan sistem ketatanegaraan agar duduk kewenangan parlemen dan eksekutif lebih efisien dalam memproduksi demokrasi dan meminimalisir politik uang, sah saja dan perlu dilakukan.

Richard memandang publik sudah kecewa kepada PSI yang berisi anak muda tapi malah memili berada di sisi sejarah yang salah dengan ikut serta berupaya mengembalikan gaya kepemimpinan otoriter. Pemihakan pada gerakan politik haram yang menyodorkan ide tiga periode melalui Pemilu, menunjukkan watak partai yang sebenarnya.

“Yaitu partai oportunis yang suka mengekor pada apapun asal memberi mereka sedikit bagian,” kata Richard menilai.[]

Exit mobile version