- Indonesia tak menghendaki KNIL masuk ke dalam Angkatan Perang Indonesia Serikat (APRIS).
- KNIL harus tidak ada di Indonesia waktu enam bulan sejak penyerahan kedaulatan.
JERNIH — Ini adalah surat keputusan pembubaran KNIL yang ditandatangani Ratu Juliana. Saya dapatkan surat ini dalam artikel Over de opheffing van het KNIL in 1950 yang ditulis Vilan van der Loo di situs historiek.net.
Surat itu bertanggal 20 Juli 1950. Sepekan kemudian Koninklijk Nederlandsche-Indische Lager (KNIL) resmi bubar. Dalam surat itu, akronim KNIL adalah Koninklijk Nederlands Indonesisch Lager.
Rupanya, menurut Van der Loo, tahun 1948 Jenderal Simon Spoor mengubah nama KNIL, dari Koninklijk Nederlandsche-Indische Lager menjadi Koninklijk Nederlands Indonesisch Lager. Dalam Bahasa Indonesia; dari Tentara Kerajaan Hindia-Belanda menjadi Tentara Kerajaan Belanda-Indonesia.
Asumsi Spoor saat itu, KNIL akan mendapat tempat di negara baru yang bernama Indonesia. Spoor keliru. TNI menggerakan pasukan ke banyak tempat beberapa hari setelah Penyerahan Kedaulatan Hindia-Belanda kepada RIS, Desember 1949.
Tujuannya, menjaga kedaulatan, keamanan dan ketertiban, dan menolak gagasan KNIL masuk ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS). Indonesia menginginkan KNIL tidak ada lagi di tanah Indonesia.
Yang terjadi berikutnya adalah 70 ribu prajurit KNIL, plus keluarganya, menghadapi ketidak-pastian masa depan. Itu dialami selama enam bulan, sampai akhirnya muncul surat keputusan Ratu Juliana.
KNIL berdiri 14 September 1814. Artinya, tentara kolonial ini belum genap berusia 136 tahun saat menghadapi takdir buruknya. Sebagai pasukan besar dan memiliki sejarah, pembubaran KNIL merupakan operasi raksasa dan rumit karena melibatkan penyerahan asset militer berupa pangkalan udara, lapangan terbang, gudang senjata, dan peralatan tempur lainnya.
Van der Loo tidak cerita situasi barak KNIL saat keputusan Ratu Juliana diumumkan dan pembubaran dilaksanakan. Ia hanya menulis KNIL mengakar kuat dalam diri seluruh prajuritnya. Ada keluarga yang turun-temurun prajurit KNIL; mulai dari moyang, kakek, dan ayah, dan terakhir dirinya.
Ketika mereka harus berada di tempat lain entah di mana — yang pasti bukan di Hindia-Belanda yang sejak akhir Desember 1949 sepenuhnya menjadi Indonesia berdaulat — mereka kebingungan.
Kerajaan Belanda melakukan upaya terbaik untuk menjaga kondisi kejiwaan prajurit KNIL dan keluarganya. Pers juga memainkan peran penting dengan menulis bahwa pembubaran KNIL adalah salah satu bagian dari penyerahan kedaulatan.
Namun, Kerajaan Belanda sangat tidak mungkin menerima mereka menjadi bagian militernya. Selain terlalu mahal, tidak ada ruang bagi orang Hindia-Belanda, eh Indonesia, di militer Belanda. Satu hal yang paling mungkin adalah demobilisasi.
Dalam pidato perpisahannya, Ratu Juliana mengatakan; “Belanda melepas Anda, warga Indonesia. dengan keyakinan penuh bahwa Anda akan mampu dengan setia mengabdi pada tujuan baik negara Anda. Belanda menyambut Anda kembali, orang-orang Belanda, menerima Anda dengan kemampuan terbaik.. Tunjukan bahwa Anda adalah pewaris masa lalu yang hebat. Semoga Yang Maha Kuasa melindungi dan membimbing kalian semua.”
Sumatra Post memuat pidato perpisahan itu. Surat kabar itu juga berbicara tentang proses likuidasi yang sulit dan rumit tapi relatif berhasil. Tampaknya semua itu hanya untuk kepentingan politik internasional.
Berikutnya adalah mantan prajurit KNIL asal Maluku dikirim ke Belanda untuk diberhentikan. Prajurit KNIL berlatar Indo-Belanda harus meninggalkan Indonesia dan menetap di Belanda. Prajurit KNIL kulit putih Belanda diberdayakan sebagai tentara Kerajaan Belanda tapi tanpa pangkat dan pendapatan.
Akhirnya, cerita tentang KNIL — dengan semua kehebatan saat menindas perlawanan pribumi, tapi keok saat menghadapi Jepang — harus berakhir dengan menyedihkan.