Site icon Jernih.co

Hari Ini 78 Tahun Lalu: Proklamasi Kemerdekaan RI (Versi Sutan Sjahrir) 15 Agustus 1945

JERNIH — Jika ke Cirebon dan melintas di persimpangan Jl Veteran dan Jl Siliwangi, Kebon Baru, Kejaksaan, sempatkan menatap obelisk — tugu segi empat dengan ujung runcing — setinggi tiga meter meski hanya sejenak.

Tugu itu adalah penanda bahwa di lokasi itu pernah terjadi peristiwa bersejarah tapi dilupakan, yaitu Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) 15 Agustus 1945. Teks proklamasi dibacakan dr Soedarsono, kepala Rumah Sakit (RS) Kesambi atau RS Oranje dan kini menjadi RSUD Gunung Jati.

Lebih 100 orang, sebagian besar anggota Partai Nasional Indonesia (PNI) Baru, menjadi saksi mata peristiwa itu. Namun, tidak ada wartawan, apalagi juru foto. Jadi tidak ada yang mengabadikan peristiwa itu. Tidak pula ada upaya menyebarkan peristiwa lewat radio, karena stasiun radio dikuasai Jepang.

Tidak aneh jika peristiwa itu relatif tidak tercatat dalam mainsteram sejarah nasional Republik Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan RI 15 Agustus relatif hanya diceritakan dari mulut ke mulut oleh para saksi mata dari satu ke lain generasi.

Instruksi Sutan Sjahrir

Proklamasi Kemerdekaan RI 15 Agustus 1945 bukan kebetulan. Ada kronologi panjang dan arsitek peristiwa itu. Artinya, dr Soedarsono — ayah mantan menteri pendidikan dan menteri pertahanan era Presiden Abdurrahman Wahid dan Susilo Bambang Yudhoyono — tidak bertindak sendiri.

Dimulai pada 9 Agustus 1945. Saat itu, bom atom kedua dijatuhkan di Nagasaki. Pada hari yang sama, Soekarno, Mohammad Hatta, dan KRT Radjiman Widyodiningrat, berangkat ke Dalat — kota berhawa sejuk di Vietnam — untuk bertemu Jenderal Hisaichi Terauchi, panglima tentara Jepang di kawasan Asia Tenggara.

Hari-hari berikut setelah Fat Man — nama untuk bom atom kedua — dijatuhkan, siaran radio AS dan Sekutu diwarnai desas-desus Jepang akan menyerah. Di Hindia-Belanda, Sutan Sjahrir mengikuti semua peristiwa itu dengan radio Phillips-nya.

Setelah empat hari desas-desus, dalam konferensi pers 14 Agustus 1945, Presiden AS Harry S Truman menyampaikan kabar Jepang manyerah. Berita segera menyebar lewat radio Sekutu ke seluruh dunia dan sampai ke telinga Sutan Sjahrir.

Pada hari yang sama, Soekarno, Mohammad Hatta dan KRT Radjiman Widyodiningrat pulang dari Vietnam dan mendarat di Bandara Kemayoran. Sjahrir menemui Hatta dan mendapatkan kabar bahwa Jenderal Terauchi meminta Ir Soekarno dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menyiapkan kemerdekaan Indonesia.

Sjahrir dan Hatta berdebat hebat. Sjahrir ingin kemerdekaan Indonesia segera diproklamirkan. Jika tidak, dan harus menunggu Jepang, akan ada kesan Kemerdekaan RI adalah hasil perundingan Dalat, Vietnam.

Hatta ternganga tapi tak lama. Ia mengajak Sjahrir ke rumah Ir Soekarno di Jl Pegangsaan Timur No 56. Sjahrir sekali lagi menyampaikan pandangannya, dan Bung Besar — julukan untuk Soekarno — seolah menyerah dan berjanji akan memproklamirkan Kemerdekaan RI pada 15 Agustus 1945.

Mendengar janji itu, Sjahrir segera mengirim telegram ke dr Soedarsono di Cirebon. Isinya, Soekarno akan memproklamirkan Kemerdekaan RI tanggal 15 Agustus. Sjahrir juga menginstruksikan dr Soedarsono untuk memproklamirkan kemerdekaan.

Alih-alih menyusun teks proklamasi dan membacakannya, Soekarno justru menyambangi Gunseikanbo, atau kantor pemerintah Dai Nippon, dan tak menemui siapa pun pejabat Jepang di tempat itu. Ia mencari informasi kepada Laksmana Muda Tadashi Maeda, kepala Penghubung Angkatan Laut dan Angkatan Darat Dai Nipoon di Hindia Belanda dan bertanya soal kebenaran berita Jepang telah menyerah kepada sekutu. Laksmana Maeda mengatakan pihaknya belum mendapat perintah langsung dari Tokyo.

Soekarno tampaknya berkesimpulan kabar yang diterima Sjahrir tentang penyerahan Jepang hanya dari satu versi, yaitu AS dan Sekutu. Belum ada konfirmasi, atau pengumuman resmi dari Jepang. Padahal, pada hari itu selurun orang Jepang kali pertama dalam hidup mereka mendengar Kaisar Hirohito berpidato di radio, mengumumkan penyerahan diri Jepang kepada AS.

Janji Soekarno akan memproklamirkan Kemerdekaan RI pada 15 Agustus juga didengar ribuan pemuda dari kota-kota sekitar Jakarta. Rencananya, setelah Soekarno membacakan teks proklamasi, pemuda akan merebut kantor Domei, markas Kampeitai, dan merebut senjata Jepang.

Saluran komunikasi yang dikuasai Jepang menyulitkan aktivis kemerdekaan mengkoordinasikan tindakan. Akibatnya, dr Soedarsono memproklamirkan Kemerdekaan RI di Cirebon saat Soekarno dan Hatta masih sibuk mencari kebenaran kabar Jepang telah menyerah kepada sekutu.

Pada 15 Agustus 1945 sore hari, tepatnya pukul 17:30, Soekarno mengeluarkan pengumuman belum akan memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia. Sjahrir marah. Ia menduga Dinas Rahasia Jepang tahu informasi Soekarno akan memproklamirkan Kemerdekaan RI pada 15 Agustus dan menggagalkannya.

Pemuda yang marah dan kecewa mendesak Kemerdekaan RI diproklamirkan tanpa Soekarno. Sjahrir tak setuju, dengan alasan akan memperkeruh suasana dan memecah belah bangsa. Alasan Sjahrir diterima semua pihak.

Teks Proklamasi Cirebon

Dr Soedarsono, menurut penuturan sejumlah saksi sejarah, bukan penyusun teks proklamasi Kemerdekaan RI 15 Agustus 1945 di Cirebon.

Des Alwi, salah satu saksi sejarah, mengatakan teks itu dibuat Sjahrir dan sejumlah pemuda gerakan bawah tanah; Sukarni, Chaerul Saleh, Eri Sudewo, Johan Nur, dan Abu Bakar Lubis, pada 13 Agustus.

Versi lain menyebutkan, seperti ditulis Rudolf Mrazek dalam buku Sjahrir: Politik dan Pengasingan di Indonesia (1966), Sjahrir mengatakan teks proklamasinya berisi 300 kata. Isinya, menggambarkan penderitaan rakyat di bawah Jepang dan penolakan kembali dijajah Belanda.

Teks itu sempat disimpan Sjahrir tapi hilang. Ketika Soekarno membacarakan memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 di Jl Pegangsaan Timur, pada pukul 10:10, Sutan Sjahrir entah di mana.

Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 didengar di berbagai kota di Indonesia, termasuk Cirebon. Itulah peristiwa kita ketahui sebagai kelahiran Bangsa Indonesia.

Exit mobile version