Site icon Jernih.co

ICC Selidiki Kejahatan Perang di Afganistan, AS Marah

Den Haag — Hakim senior di Pengadilan Pidana Internasional (ICC) mengesahkan penyelidikan dugaan kejahatan perang dan kemanusiaan di Afghanistan. Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Mike Pompoe marah.

Situs theguardian.co.uk memberitakan investigasi mengungkap tindakan pasukan AS, pemerintah Afghanistan, dan Taliban. Ada kemungkinan tuduhan terhadap pasukan Inggris muncul selama proses.

Menlu AS Mike Pompeo, Kamis 5 Maret 2020, menyerang putusan ICC dengan menyebutnya ‘ceroboh’. Ia mengatakan akan menguraikan langkah-langkah dalam beberapa pekan mendatang, untuk mencegah warga AS dibawa ke pengadilan.

Baca Juga:
— Dua Hari Setelah Berdamai, AS Membom Taliban
— Trump kepada Taliban: Anda Tangguh, Saya Mengerti Perjuangan Anda
— Di Atas Meja Berlapis Emas, AS-Taliban Teken Perjanjian Damai

“Ini tindakan menakjubkan lembaga politik yang tidak bertanggung jawab, yang menyamar sebagai badan hukum,” kata Pompeo, beberapa saat usai ICC memutuskan.

Menurut Pompeo, keputusan itu sembrono dan muncul beberapa hari setelah AS-Taliban meneken perjanjian damai.

Hakim ICC juga setuju ruang lingkun investigasi mencakup situs-situs hitam CIA di Polandia, Lithuania, dan Rumania. Di tiga negara itulah CIA punya rumah tahanan.

Tahun lalu, ICC menolak permintaan untuk melakukan penyelidikan karena setiap penuntutan menjadi tidak mungkin. Otoritas AS, Afghanistan, dan Taliban, dipastikan tidak akan bekerja sama.

Pompeo mengatakan Washington akan mencabut atau menolak visa staf ICC, yang ingin menyelidiki dugaan kejahatan perang yang dilakukan pasukan AS di Afghanistan dan di tempat lain.

Fatou Bensouda, ketua penuntut pengadilan, mengkonfirmasi bahwa AS telah mencabut visanya. Meski demikian penyelidikan akan terus berjalan.

Jamil Dakwar, direktur program HAM Uni Kebebasan Sipil AS, mengatakan; “Keputusan ini membenarkan aturan hukum, dan memberi harapan kepada ribuan korban yang mencari pertanggung-jawaban ketika pengadilan dan otoritas domestik telah gagal.”

“Keputusan ICC merupakan tonggak penting yang meningkatkan independensi dalam menghadapi taktik intimidasi Presiden Donald Trump,” katanya.

Piotr Hofmanski, ketua pengadilan banding, mengatakan jaksa penuntut berwenang memulai penyelidikan sehubungan peristiwa tahun 2003, serta dugaan lainnya.

Bensouda mengatakan ada informasi militer dan badan intelejen AS melakukan penyiksaan, pemerkosaan, dan kekerasan seksual terhadap tahanan terkait konflik di Afghanistan dan lokasi lainnya.

Semua itu diperkirakan terjadi pada tahun-tahun awal perang Afghanistan, atau setelah AS menjatuhkan bom ke sekujur negeri itu.

Taliban bukan tidak berdosa. Mereka dikabarkan membunuh 17 ribu warga sipil sejak 2009. Pasukan keamanan Afghanistan diduga menyiksa tahanan di penjara-penjara pemerintah.

Preetha Gopalan, wakil kepala litigasi Inggris di organisasi hak asasi manusia Reprieve, mengatakan; “Ini kali pertama AS akan dimintai pertanggung-jawaban atas tindakan mereka.”

Meski mencoba menggertak ICC, AS akan sadar betapa ICC tidak akan tunduk pada tekanan. ICC harus menegakan hak korban meminta pertanggung-jawaban.

“Tidak seorang pun berada di luar jangkauan keadilan,” katanya.

Exit mobile version