Salah satunya adalah agar vaksinasi lancar dan optimal perlu diadakan persiapan dengan memilih jenis vaksin dan pelaksanaan vaksinasi
JERNIH-Sebuah surat dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) kepada Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto diunggah dalam akun Twitter resmi PB IDI pada Kamis (22/10/2020). Surat tersebut juga ditembuskan kepada Ketua Satgas Penanganan COVID-19 hingga Kepala BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) RI.
Adapun surat PB IDI kepada Menkes berisi himbauan agar tak tergesa-gesa untuk melakukan vaksinasi COVID-19. Di samping itu, IDI juga minta agar vaksinasi dilakukan setelah vaksin COVID-19 terbukti teruji secara klinis.
Surat PB IDI nomor 03657/PB/E.1/10/2020 tersebut ditandatangani Ketua Umum PB IDI dr Daeng M Faqih. Dalam surat tersebut terdapat beberapa rekomendasi IDI terkait vaksinasi COVID-19 di Indonesia, sebagai berikut;
1. Perlu diadakan persiapan yang baik dalam hal pemilihan jenis vaksin yang akan disediakan serta persiapan terkait pelaksanaannya. Hal ini sesuai dengan instruksi Presiden agar program vaksinasi ini jangan dilakukan dan dimulai dengan tergesa-gesa.
2. Mengingatkan dalam memilih jenis vaksin yang akan disediakan, harus ada syarat mutlak yang harus dipenuhi yaitu vaksin yang digunakan harus terbukti efektivitas, imunogenitas, dan keamanannya. Hal itu dibuktikan dengan telah melewati uji klinis fase tiga yang sudah dipublikasikan.
IDI memberi ilustrasi pelaksanaan uji klinis di Brasil yang dilakukan dengan menggunakan 9000 relawan.
“Dari data yang ada, saat ini uji coba vaksinasi Sinovac di Brasil sudah selesai dilaksanakan pada 9.000 relawan. Namun hasilnya baru akan dikeluarkan segera setelah selesai dilakukan vaksinasi pada 15 ribu relawan,” tulis IDI dalam surat tersebut.
“Kita bisa melihat bahwa unsur kehati-hatian juga dilakukan negara lain dengan tetap menunggu data lebih banyak lagi dari hasil uji klinis fase ketiga. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa program vaksinasi adalah sesuatu program penting namun tidak dapat dilakukan dengan tergesa-gesa,” tulisnya lebih lanjut.
3. Mengingatkan aturan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang mengijinkan pembuatan dan penyediaan obat atau vaksin dalam situasi pandemi COVID-19 melalui proses emergency use authorization (EUA) oleh lembaga yang memiliki otoritas. Sementara untuk Indonesia yang memiliki otoritas tersebut adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“PB IDI amat meyakini bahwa BPOM tentu juga akan memperhatikan keamanan, efektivitas dan imunogenitas suatu vaksin, termasuk bila terpaksa menggunakan skema EUA”.
4. Selanjutnya PB IDI mengingatkan untuk mempertimbangkan rekomendasi dari Technical Advisory Group for Immunization (ITAGI) dan Strategic Advisory Group of Experts on Immunization of The World Health Organization (SAGE WHO).
5. IDI menekankan program vaksinasi memerlukan persiapan yang baik dan komprehensif, baik oleh pelaksana vaksinasi maupun mempersiapkan masyarakat untuk menerima vaksinasi dengan melakukan sosialisasi bagi seluruh masyarakat.
“Pelaksanaan program vaksinasi memerlukan persiapan yang baik dan komprehensif, termasuk penyusunan pedoman-pedoman terkait vaksinasi oleh perhimpunan profesi, pelatihan petugas vaksin, sosialisasi bagi seluruh masyarakat, dan membangun jejaring untuk penanganan efek samping imunisasi,” tulis IDI.
Keamanan dan efektivitas adalah hal yang utama selain juga kita semua ingin agar program ini berjalan lancar. PB IDI berharap agar program vaksinasi ini dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. (tvl)