Site icon Jernih.co

Iran Bikin RUU Larangan Hewan Peliharaan, Netizen Dunia Mencemooh

JERNIH — Iran memicu ejekan dan kemarahan dunia setelah sejumlah anggota parlemen mengusulkan untuk melarang hewan peliharaan. Alasannya, hewan peliharaan yang hidup dengan menusia adalah masalah sosial yang merusak.

Pengusul larangan ini adalah anggota parlemen ultrakonservatif yang mewakili 25 persen anggota parlemen Iran, atau 75 orang. Outlet media Emirati The National memberitakan seluruh anggota parlemen ultrakonservatif telah menandatangani rancangan undang-undang larangan hewan peliharaan.

Teks UU itu dikabarkan berjudul Dukungan untuk Hak-hak Penduduk dalam Kaitan dengan Hewan Berbahaya’. Ultrakonservatif dikabarkan tertarik melarang hewan peliharaan karena dianggap sebagai praktik menjaga dekaden. Terlebih, anjing — sesuai hukum Islam — najis, dan babi haram.

Penulis RUU mengutuk gagasan manusia dapat hidup satu atap dengan hewan peliharaan, dan menyebut hal itu sebagai masalah sosial yang merusak.

Masalah itu, menurut penulis RUU, dapat secara bertahap mengubah cara hidup masyarakat Iran dan Islam. Cara hidup itu, lanjutnya, akan menggantikan hubungan manusia dengan keluarga. Sebab, hubungan dengan hewan akan lebih mendominasi.

RUU juga melarang impor, memelihara, membantu pengembangbiakan, pembiakan, pembelian, atau penjualan, pengangkutan, berjalan dan mengemudi bersama hewan, memelihara hewan liar, eksotik, dan berbahaya, di dalam rumah.

Hewan yang tidak layak berada di dalam rumah adalah buaya, kura-kura, ular, kadal, kucing, tikus, kelinci, anjing, monyet, serta hewan najis lainnya.

RUU juga mengancam pelanggar dengan denda mulai dari 10 hingga 30 kali upah minimum bulanan, serta penyitaan hewan.

Netizen secara luas bereaksi engen ejekan dan cemoohan. Jurnalis Yeganeh Khodami dikabarkan mengatakan di Twitter; “Berapa kali kucing berusaha melahan Anda sehingga Anda menganggapnya liar, berbahaya, dan buas.”

The National melaporkan hanya sedikit anggota parlemen yang benar-benar bersedia membela RUU yang diusulkan. Kepala Komisi Yudisial parlemen Iran Mousa Ghazanfarabadi, yang menandatangani teks itu, mengatakan; “Saya setuju dengan RUU itu secara umum, tapi tentu saja tidak setuju dengan beberapa klausulnya.”

Menurutnya, ini hanya RUU. Apakah akan menjadi UU atai tidak itu masalah lain.

Exit mobile version