- Seharusnya bukan dilarang, tapi dirangkul dan dibuatkan etika dan aturan.
- Media sosial bisa digunakan membangun citra lembaga.
JERNIH – Jaksa Agung ST Burhanuddin meminta jajarannya menghindari bermain Tiktok, serta lebih berhati-hati mengunggah konten di media sosial. Pengamata digital Tuhu Nugraha mengatakan; “Ketinggalan zaman, kalan sama TNI-Polri.”
“Tolong hindari memamerkan kemewahan atau hedonisme dalam kehidupan keseharian kita di media sosial. Saya juga ingatkan sekali lagi untuk teman-teman, hindari bermain Tiktok yang ujungnya adalah hedonisme,” ujar Burhanuddin dalam video yang berjudul ‘Arahan Jaksa Agung RI Dalam Penggunana Media Sosial Secara Bijaksana’, yang disiarkan di YouTube Kejaksaan RI, Selasa 11 Oktober 2021.
Menanggapi hal itu, Digital Business Consultant, Tuhu Nugraha mengatakan jika larangan tersebut menunjukan Jaksa Agung tak mengikuti perkembangan teknologi informasi.
“Iya ini akan tertinggal dari perkembangan publik, karena susah juga melarang (mereka menggunakan TikTok). Sekarang hal yang lebih baik dilakukan pengaturan rambu-rambunya dibanding melarang, dirangkul tapi dengan beberapa etika dan aturan,” ujar Tuhu kepada wartawan, Kamis 14 Oktober 2021.
Dirinya pun memberikan saran agar tak ada pelarangan, namun lebih memberikan aturan yang jelas. “Boleh membuat konten Tiktok dengan message apa dan tidak boleh di lokasi mana saja beserta etikanya,” kata dia.
Ia mengatakan bahwa Kejaksaan Agung bisa membuat konten yang menarik terkait dengan capaian kinerjanya. “Ya, itu bisa juga. Jadi tergantung pesan apa yang ingin disampaikan ke publik. Sangat bisa itu, karena segala lapisan masyarakat justru adanya di Tiktok,” ujarnya.
Menurutnya, perkembangan aplikasi Tiktok saat ini sangatlah pesat, karena orang lelah dengan Instagram yang harus terlihat sempurna, bahagia dan kaya. “Tiktok membuat orang bisa tampil apa adanya dan utamanya ada ‘kode etik tak tertulis’ untuk tidak saling membully,” kata dia.
Ia pun memberikan contoh yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang menurutnya sangat bagus sebagai benchmark. “Mereka banyak bikin Tiktok anggotanya, tapi nggak pernah ada di markas TNI dan temanya hampir seragam yaitu tentang sosok TNI beserta keluarganya,” ujarnya.
Menurutnya di TNI tak ada pelarangan, namun lebih tegas kepada aturannya. “Jadi tidak dilarang tapi lebih bagaimana itu bisa membantu membangun reputasi TNI,” lanjutnya.
Selain itu, institusi Polri juga turut meramaikan konten di Tiktok untuk branding image polisi sebagai sahabat masyarakat. Namun dirinya mengingatkan terkait dengan mitigasi resikonya jika membuat di lingkungan kantor.
“Iya anggota Polri juga boleh, mereka mau mengejar image polisi sebagai sahabat publik. Ini perlu edukasi tentang mitigasi risikonya,” kata Tuhu.