Site icon Jernih.co

Jantung Panjshir Direbut Taliban, Perlawanan Front Nasional Mundur ke Area Pinggiran

Taliban kini menguasai Lembah Pansjhir

Taliban mengklaim berhasil merebut wilayah oposisi usai pertempuran dahsyat di Lembah Panjshir. Front Perlawanan Nasional Afganistan (NRFA) mengaku kalah telak, tapi ogah menyerah

JERNIH– Pertempuran hebat berlangsung sepanjang akhir pekan lalu di Lembah Panjshir. Pasukan Taliban yang kabarnya dipimpin Qari Fasihuddin, seorang komandan utara berdarah Tajik, merangsek dari pelbagai pintu masuk menuju lembah. Pada Senin (6/9) pagi, Juru Bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, mengklaim via Twitter bahwa, “Benteng terakhir musuh telah dikuasai sepenuhnya.”

“Dengan kemenangan ini, negara kita akhirnya berpisah dari kengerian perang,” kata Zabihullah seperti dilansir AFP. Sebuah foto yang beredar di internet menampilkan bendera Taliban berkibar di ibu kota provinsi tersebut, Bazarak.

Pada Minggu (5/9) malam, Fron Perlawanan Nasional Afganistan (NRFA) yang dipimpin Ahmad Massoud dan bekas Wakil Presiden Abdullah Saleh, sempat menawarkan gencatan senjata. Pada saat itu kelompok oposisi sudah kehilangan sejumlah tokoh penting, antara lain juru bicaranya, Fahim Dashti, dan sejumlah komandan perang, termasuk dari keluarga dekat Ahmad Massoud seperti Jendral Wudod Zara.

Namun Taliban tak menggubris tawaran itu. Hingga Senin pagi pertahanan NRFA di Panjshir terus dibombardir, termasuk oleh serangan udara yang tidak jelas asal usulnya.

“Kami yakinkan kepada warga Afganistan bahwa perlawanan melawan Taliban dan mitra-mitranya akan terus berlanjut sampai keadilan dan kebebasan terwujud,” cericit NRFA dalam bahasa Inggris di Twitter.

Enggan tunduk

Keberhasilan Taliban merebut Bazarak bukan berarti menguasai Panjshir seutuhnya. Kondisi geografis lembah yang diapit gunung-gunung tinggi itu mempermudah pasukan oposisi untuk bersembunyi. Strategi ini sukses digunakan oleh mendiang Ahmad Shah Massoud, yang menyintasi sembilan operasi militer Uni Sovyet terhadap Panjshir.

Antara 1981 hingga 1985, Sovyet berulangkali mengusir pasukan Massoud, untuk mendapati mereka kembali menguasai Panjshir, segera setelah pasukan Sovyet keluar dari lembah. Sejak itu perang di Panjshir selalu dikenal sebagai yang paling berdarah di seantero Afganistan.

Saat ini pun NRFA belum mengaku kalah, melainkan mundur dan menempatkan serdadunya di “lokasi-lokasi strategis” di sepanjang lembah.

Namun pertumpahan darah lanjutan kini coba dicegah melalui negosiasi damai. Pada hari Minggu (5/9) itu juga, media-media Afganistan melaporkan dewan ulama mendesak Taliban agar menyelesaikan konflik melalui perundingan. Hal serupa juga kini didesakkan Iran, yang bereaksi sebagai negara asing pertama terhadap perang saudara tersebut.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Saeed Khatibzadeh, mengatakan, “Kabar yang datang dari Panjshir benar-benar mengkhawatirkan. Serangan itu kami kecam dengan keras.”

“Saya selalu menegaskan bahwa solusinya harus dicapai melalui dialog, yang ikut melibatkan semua tetua masyarakat Afgan,”kata Khatibzadeh.

Terkait dugaan kuat keterlibatan militer Pakistan dalam menyokong Taliban, termasuk melancarkan serangan udara terhadap Panjshir, Iran mewanti-wanti hal itu.

“Kepada mereka yang mungkin akan melakukan kesalahan strategis, dengan masuk ke Afganistan dengan niatan yang berbeda, (kami tegaskan) bahwa Afganistan bukan negara yang menerima agresi negeri asing di wilayahnya.” [AFP/Reuters/AP]

Exit mobile version