- Tidak hanya personel BTS, peserta ujian dari Gen-Z tak sedikit yang menjadikan foto idola mereka sebagai jimat.
- Banyak pakar di Korsel mengatakan semua itu disebabkan kepanikan di tengah masyarakat yang kompetitif.
JERNIH — Tidak keliru jika David A.Tizzard, doktor studi Korea dan pengajar di Universitas Wanita Seoul dan Universitas Hanyang, menyebut BTS — boyband Korea Selatan (Korsel) paling fenomenal — bukan lagi musik tapi agama.
Kebenaran pendapat Tizzard terlihat dalam beberapa hari terakhir, ketika 520 ribu siswa bersiap mengikuti ujian Kemampuan Skolastik Perguruan Tinggi (CSAT) tahunan yang diselenggarakan negara, yang akan menentukan masa depan setiap pesertanya.
Akhir pekan lalu, Kuil Bomun di Pulau Ganghwa, Incheon, menerima 863 pendaftaran untuk layanan doa 100 hari untuk CSAT, meningkat dibaning 737 pendaftaran pada 2022 dan 666 tahun lalu.
Terletak di Gunung Nakga di Pulau Ganghwa, kuil itu merupakan tujuan populer bagi orang tua dari seluruh negeri yang ingin berdoa sebelum ujian.
Untuk mencapai ke lokasi kuil di puncak gunung, siapa pun harus mendaki 419 anak tangga, sebelum bersimpuh di bawah patung Bodhisatva Avalokitesvara dan berdoa. Doa disampaikan dengan menempelkan koin di dekat patung seraya menyampaikan permintaan.
Berkumpul di Gereja
Pukul 19:30 malam, mereka yang menganut Kristen berkumpuk i Gereja Kwanglim di Distrik Gangnam, selatan Seoul, untuk sesi doa khusus jelang CSAT. Doa tidak hanya sekali atau sehari, tapi 40 hari.. Orang tua menyanuikan himne dan membaca doa sambil menundukan kepala.
“Tahun lalu banyak siswa yang mengulang. Saya khwatir anak saya tidak lulus dan harus mengulang,” kata Choi, perempuan berusia 51 tahun yang mengikuti sesi doa 40 hari sejak hari pertama.
“Jika kelak anak saya mendapat nilai bagus dalam ujian, doa 40 hari ini bukan apa-apa,” katanya seperti dikutip Korea Joong Ang Ilbo.
Situasi serupa juga terlihat di Gereja Katolik Yangcheon, sebelah berat Seoul. Di sini, sesi doa berlangsung 100 hari, yang membuat pastor harus masuk pada libur setiap Senin. Setiap hari, orang-orang berdoa selama 50 menit sejak hitungan mundur yang dimulai dari angka 100.
Budaya Populer dan Jimat
Jika orang tua memiliki agama, tidak demikian dengan anak-anak mereka. Peserta ujian dari Gen-Z lebih percaya pada jimat keberuntungan berdasarkan preferensi pribadi masing-masing.
Ada yang menjadikan kartu foto, koleksi gambar mirip kartu bisbol, atau aktor Cha Eun-woo — alumni Universitas Sungkyunkwan yang menjadi idola. Mereka yang mengidolakan berharap diterima di universitas yang sama.
Beberapa peserta membawa kartu foto dosen selebritas, dengan harapan mendatangkan keberuntungan. Tidak sedikit pula yang menempelkan gantungan kunci bergambar universitas diinginkan.
Tidak sedikit dari mereka berdoa kepada salah satu personel BTS yang diidolakan, dan membawa foto-nya saat ujian. Seluruh personel BTS relatif telah menjadi sesembahan baru Gen-Z Korsel.
Mereka menyanyikan lagu-lagu BTS, dan ‘memohon’ kepada salah satu personel yang diidolakan. Itu berlangsung dari rumah sampai jelang ujian, dan mengantongi foto idola mereka saat ujian.
Kecemasan
Banyak pakar mengaitkan ketergantungan pada benda-benda simbolis dengan kecemasan yang dipicu oleh masyarakat yang kompetitif. Meski populasi usia sekolah di Korsel menurun setiap tahun, peserta ujian CSAT meningkat karena banyak yang harus mengulang.
Tshun ini 533.670 siswa mengikuti ujian, naik 18.082 dari tahun sebelumnya.
“Setiap tahun lebih banyak siswa yang memilih untuk mengulang ujian agar dapat masuk perguruan tinggi bergengsi,” kata Lim Myung-ho, profesor psikologi di Universitas Dankook. “Kecemasan yang didorong isu kesenjangan ekonomi yang semakin melebar, membuat orang tua mengandalkan agama.”
Generasi muda, menurut Heo Chang-dook dari Universitas Yeungnam — mengandalkan unsur budaya pop yang mereka kenal untuk mendapatkan keberuntungan.