“Pada 12 April, seorang pria Muslim yang tinggal di sebuah masjid di Tamwe, Yangon, dipakaikan pakaian wanita, diikat, digantung, dan dibunuh,” menurut pernyataan itu.
JERNIH– Jaringan Hak-hak Asasi Manusia Burma mendesak dunia untuk memperhatikan serangan terhadap Muslim dan Kristen di seluruh Burma. Karena kalap dan frustrasi, menurut Badan HAM Burma, junta militer Myanmar melecehkan kalangan Muslim dan membakari masjid.
Sebuah kelompok hak asasi yang berbasis di Inggris menuduh junta militer Myanmar melecehkan Muslim minoritas dan membakar sebuah masjid. “Kebakaran di sebuah masjid di Kotapraja Ahlone, Yangon, adalah insiden kekerasan terbaru terhadap Muslim dan minoritas lainnya di Burma oleh rezim militer acakadut,” kata Jaringan Hak Asasi Manusia Burma (BHRN) dalam sebuah pernyataan yang mereka sebarkan Kamis (24/6) lalu.
Lembaga itu juga menyalahkan junta karena berbohong kepada publik setelah apa yang mereka lakukan. “Sementara pihak berwenang menyalahkan kobaran api itu sebagai masalah kelistrikan, sumber menyalahkan militer dan menggambarkannya sebagai serangan pembakaran.”
Kebakaran masjid telah terjadi selama berbulan-bulan terhadap kaum Muslim dan Kristen di seluruh Burma, kata pernyataan itu. Pernyataan itu juga menambahkan bahwa serangan seperti itu terhadap minoritas “tidak dapat ditoleransi” dan masyarakat internasional harus menyadari keseriusan insiden ini dan bertindak segera.
Menurut catatan BHRN dan laporan lain yang tersedia, lebih dari 900 warga sipil, termasuk 70 anak di bawah umur, telah dibunuh oleh pasukan Myanmar sejak kudeta militer 1 Februari.
Militer Myanmar menggulingkan Presiden Win Myint, Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan anggota senior lainnya dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi yang berkuasa sebelum kudeta, dengan alasan “kecurangan pemilu” dalam jajak pendapat untuk kudeta.
“Dunia perlu segera meluncurkan embargo senjata global dan memberikan sanksi kepada semua bisnis yang terkait dengan Tatmadaw [Tentara Myanmar], termasuk sektor minyak dan gas,” kata Kyaw Win, direktur eksekutif BHRN.
Pernyataan itu juga mencatat bahwa Masjid Mohnhyin dan Masjid Jalan Butaryone di kota Mohnhyin digerebek pada 3 Juni. “Selama penggerebekan, seorang penjaga masjid ditahan secara sewenang-wenang.”
“Demikian pula, sebuah gereja Katolik di Kota Kantharyar Loikaw, Negara Bagian Kayeh, ditembak pada 24 Mei ketika warga sipil mencari perlindungan di sana. Tiga wanita dan satu pria tewas dalam insiden itu,” kata pernyataan itu.
Mengacu pada penghancuran Gereja etnis Karen pada 23 Mei tahun ini oleh militer dan polisi di Kotapraja Insein, pernyataan itu mengklaim tiga orang, termasuk seorang pendeta dan seorang penyandang cacat, dipukuli dan ditahan.
“Pada 12 April, seorang pria Muslim yang tinggal di sebuah masjid di Tamwe, Yangon, dipakaikan pakaian wanita, diikat, digantung, dan dibunuh,” menurut pernyataan itu.
Menyebut keselamatan minoritas agama sebagai masalah besar, pernyataan itu memperingatkan bahwa Burma dapat turun ke konflik yang lebih luas antara militer dan rakyat.
“BHRN menyerukan kepada masyarakat internasional untuk mengakui Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) sebagai perwakilan sah rakyat Burma dan menawarkan dukungan penuh kepada mereka saat mereka berusaha memulihkan ketertiban di negara itu,” kata pernyataan itu.
NUG adalah pemerintah bayangan anti-kudeta di Myanmar yang sebagian besar dibentuk oleh anggota parlemen yang digulingkan. [Anadolu Agency]