- Sidang pemakzulan digelar 48 hari setelah Kongres memakzulkan.
- Saat itu Donald Trump bukan lagi presiden AS.
- Jika sidang digelar, Trump dipastikan menggunakannya sebagai panggung politik.
JERNIH — Kali kedua AS Donald Trump dimakzulkan DPR AS dengan dakwaan menghasut penyerbuan ke Capitol Hill, tapi dia akan tetap menjadi presiden sampai hari terakhir.
Keputusan pemakzulan diambil lewat voting, dengan 232 suara mendakwa Trump dan 197 sebaliknya. Proses ini berjalan cepat, hanya sepekan setelah penyerbuan Capitol Hill.
Sepuluh orang Partai Republik membelot dari Trump, dan bergabung dengan Partai Demokrat, dengan alasan presiden perlu dimintai pertanggung-jawaban.
Trump kini menjadi satu-satunya presiden AS yang dua kali dimakzulan. Pertama dia dimakzulkan karena menekan Ukraina. Ia menghadapi sidang Senat, dan dibebaskan.
Masih Presiden
Mungkin nggak keliru jika Donald Trump mengatakan Amandemen ke-25 tidak akan berisiko bagi dirinya, tapi akan menghantui Joe Biden.
Jika melihat Konstitusi AS tentang pemakzulan presiden, Trump benar. Logikanya, dia masih akan menjadi presiden sampai pelantikan Joe Biden.
Kedua, jika pemakzulan mau dipaksakan, maka sidang pemakzulan hanya bisa dilakukan setelah dia tidak lagi jadi presiden. Padahal, yang namanya pemakzulan itu adalah memberhentikan presiden. Lho, kan presiden tidak menjabat lagi.
Lebih rincinya begini; proses pemakzulan itu — seperti diatur dalam Konstitusi AS — relatif sederhana, yaitu presiden melakukan kejahatan atau pelanggaran tinggi, Kongres memberikan suara untuk pemakzulan, senat melakukan sidang pemakzulan.
Berkaca dari pemakzulan pertama Trump tahun 2019, perlu 48 hari dari pemungutan suara di Kongres sampai sidang pemakzulan di Senat. Sidang berjalan lama hanya untuk membebaskan Trump dari pemakzulan pada 5 Februari 2020.
Pada pemakzulan pertama, Trump disidang sebagai presiden. Kini, jika sidang pemakzulan kedua dilakukan, Trump bukan lagi presiden. Yang terjadi adalah sidang akan menjadi panggung politik Trump, dan pendukung setianya berkerumun di Washington.
Trump, dan juga Mike Pence, telah memperhitungkan semua ini. Nancy Pelosi, ketua Kongres, sebenarnya berharap pemecatan terjadi dari Gedung Putih. Artinya, Pence memobilisasi kabinet untuk menggunakan Amandemen ke-25 Konstitusi AS dan memecat Trump.
Pence tidak melakukan itu. Ia memang tidak bisa memaafkan Trump atas ulahnya menghasut massa, tapi Pence adalah Republikan yang tak mungkin melakukan itu.
Ketika Kongres mengeluarkan resolusi agar Pence mendepak Trump adari Gedung Putih, ia tetap menolak. Pence tahu ketika Kongres melakukan proses pemakzulan, Trump masih akan menjadi presiden sampai hari terakhir.
Trump tidak kehilangan sehari pun dari masa jabatannya sebagai presiden. Setelah ini Trump dan Pence bisa berbicara lagi. Yang dibicarakan adalah bagaimana memohonan pengampunan agar dia bisa tetap berpolitik.