Site icon Jernih.co

Kedubes AS di Kabul Panik, Staf Diperintah Hancurkan Seluruh Dokumen

JERNIH — Apa yang dilakukan staf Kedubes AS di Afghanistan jelang kejatuhan Kabul ke tangan Taliban? Jawab: menghancurkan dokumen sensitif.

Russia Today menulis perintah penghancuran dokumen itu tertuang dalam memo tentang persiapan darurat, sebelum keberangkatan sebagian besar pekerja Kedubes AS.

Salinan memo diperoleh National Public Radio (NPR), Jumat lalu, ketika Pentagon mengerahkan 3.000 tentara ke Kabul untuk memastikan evakuasi berjalan aman. Tidak hanya staf Kedubes AS, semua warga AS juga harus meninggalkan Afghanistan saat itu.

Pasukan AS dijadwalkan mundur akhir Agustus 2021, tetapi sebelum proses itu diselesaikan Taliban telah bergerak merebut sebagian besar wilayah itu dengan kecepatan mengagumkan.

Terakhir, Taliban mengambil alih Kandahar dan Herat, lalu bergerak untuk merebut Propinsi Logar. Kini, Taliban hanya 50 kilometer dari Kabul, ibu kota Afghanistan.

Pejabat Departemen Luar Negeri AS mengkhawatirkan keselamatan diplomat AS, dan takut evakuasi terjadi seperti di Saigon 1975. Saat itu staf Kedubes AS harus lari dengan helikopter yang menjemput di atas gedung kedutaan.

New York Times melaporkan perunding AS meminta Taliban tidak menyerang Kedubes AS, seraya mengancam Afghanistan akan kehilangan bantuan asing. NPR mengatakan masa depan banyak pekerja Kedubes AS di Afghanistan menjadi tidak jelas.

Memo kedutaan mengindikasikan staf konsuler kecil akan tetap berada di Kabul, meski tidak jelas bagaimana mereka bertahan ketika Taliban merebut ibu kota

Joe Biden bersikeras ketakutan akan terjadi seperti Saigon 1975 tidak berdasar. Berbicara kepada wartawan bulan lalu, Biden mengatakan; “Taliban bukan Vietnam Utara dalam hal kemampuan. Jadi, tidak akan ada drama seperti Saigon 1975.”

Kini, Biden melihat yang tidak mungkin terjadi. Taliban bergerak dengan kecepatan luar biasa tanpa bisa dihentikan pasukan Afghanistan yang dilatih AS bertahun-tahun.

Mike Rogers, anggota Kongres dari Partai Republik, mengatakan nyawa orang AS dipertaruhkan oleh penarikan sembrono. “Saya rasa yang terburuk belum tiba,” katanya.

Exit mobile version