Site icon Jernih.co

Kehabisan Rudal, Rusia Sepenuhnya Tergantung Drone Kamikaze Buatan Iran

JERNIH — Rusia sepenuhnya bergantung pada drone Kamikaze buatan Iran untuk menyerang posisi artileri, gudang amunisi, dan infrastruktur sipil, Ukraina.

Situs france24 memberitakan sepanjang Rabu 5 Oktober, misalnya, 12 drone Kamikaze terbang ke Bila Tserkva — kota garniusan 90 kilometer selatan Kyiv. Enam drone ditembak jatuh pasuan Ukraina, lainnya menabrak gedung, menyebabkan kerusakan parah dan melukai banyak orang.

Meski menawarkan efektivitas rendah, drone buatan Iran menjati alternatif murah untuk serangan rudal dan memungkinkan Rusia terus menekan kota-kota Ukraina yang jauh dari garis depan.

Penggunaan drone Iran oleh Rusia itu bukan yang pertama, tapi telah berlangsung sejak tiga pekan. Namun, terjadi peningkatan penggunaan setelah Rusia kehilangan banyak perangkat perang usai dikalahkan di Kharkiv.

Selain Bila Tserkva, kota pelabuhan Odesa juga menjadi sasaran utama drone Kamikaze. Di kota ini, drone menjatuhkan bom dan menabrakan diri ke gedung-gedung penting.

“Bahkan jika Rusia tahu mereka tidak akan merebut Odesa, mereka ingin mempertahankan tekanan psikologis dan menjelaskan bahwa perang akan berlanjut,” kata Jenderal Dominique Trinquand, mantan kepala Misi Militer Prancis di PBB.

Respon Kyiv

Ukraina dan Barat tahu akan menghadapi drone buatan Iran. Juli lalu, Gedung Putih memperingatkan Tehran untuk tidak mengirim senjata ke Rusia.

Iran mengabikan peringatan itu, karena — menurut Institute for the Study of War — Tehran harus memberikan drome terbaru ke Rusia sebagai imbalan peluncuran satelit atas nama negeri para Mullah.

Perang drone adalah titik lemah operasi militer Rusia di Ukraina. Upaya Moskwa memproduksi drone tempur mengalami serangkaian kemunduran akibat sanksi internasional.

Rusia juga kesulitan memenuhi kebutuhan roket, amunisi meriam, dan persenjataan lain, dari era Uni Soviet. Ini terlihat dari ketidak-mampuan mereka mengganti persenjataan yang hilang dalam pertempuran.

Tidak ada yang bisa dilaukan Moskwa kecuali mendekati Iran dan Korea Utara. Iran memenuhi keinginan Rusia akan drone. Korea Utara adalah gudang terbesar senjata era Uni Soviet yang diperlukan Moskwa.

Iran tidak hanya memberikan drone Kamikaze Shahed-136 yang juga digunakan pemberontak Houthi di Yaman, tapi juga Mohajer-6 — pesawat observasi dan penyerang.

Shahed-136 dianggap sukses di Yaman, dengan merusak instalasi minyak Arab Saudi. Namun, Arab Saudi punya catatan tersendiri bagaimana melumpuhkan drone itu.

Murah Meriah

Shahed-136 berukuran panjang 3,5 meter dan lebar 2,5 meter, kecepatan terbang 180 kilometer per jam, dan diklaim mampu menempuh jarak 2.500 kilometer. Lebih dari semua itu, Shahed-136 sangat murah.

“Shahed-136 mencapai target dengan koordinat GPS yang dimasukan sebelum lepas landas,” kata Pierre Grasser, peneliti Prancis yang terkait dengan laboratorium Sirice.

Natalya Gumenyuk, juru bicara komando militer Ukraina, mengklaim Shahed-136 berisik. “Suara yang dikeluarkan seperti gergaji mesin atau skuter. Efektivitas drone ini juga sangat rendah,” katanya.

Namun, Shahed-136 punya keistimewaan, yaitu mampu terbang rendah untuk menghindari radar. Drone ini seperti siluman, yang bisa tiba-tiba muncul dan menyerang.

“Sulit mendeteksi Shahed-136 sebelum pertahanan anti-pesawat melumpuhkannya,” kata Jenderal Trinquand. “Satu-satunya cara mengatasinya adalah dengan drone jammers, tapi perangkat itu harus tersebar di seluruh teater pearng.”

Washington sedang berusaha memenuhi kebutuhan Ukraina akan drone jammers merk Titan. Sistem ini sangat efektif melawan Geran-2, nama lain untuk Shahed-136.

Pesaing Bayraktar TB2

Sebelum Rusia menggunakan Shahed-136, Ukraina bergantung pada Bayraktar TB2 — drone buatan Turkiye — untuk menangkis serangan Rusia. Shahed-136 dan Bayraktar TB2 dianggap memiliki kemampuan sama.

Pakar militer mengatakan Rusia lebih dan lebih berhati-hati menggunakan pembom tempurnya, karena penyebaran sistem antipesawat yang semakin canggih di pihak Ukraina.

Penggunaan drone memungkinkan Moskwa mengkompensasi kekurangan rudal balistik yang sangat mahal, seperti Kalibr. Di awal invasi ke Ukraina, Rusia mengandalkan Kalibr, tapi biaya yang dikeluarkan luar biasa besar.

“Sepertinya, persediaan rudal presisi Rusia telah mencapai titik akhir,” kata Jenderal Trinquand. “Secara keseluruhan, pasokan peralatan teknologi tinggi Rusia sangat rendah dan sulit diganti. Sebab, banyak komponen senjata Rusia berasal dari Barat.”

Sampai kapan Rusia mengandalkan drone Kamikaze buatan Rusia? Kita tidak tahu. Yang pasti, senjata Rusia terus menipis, yang membuat mereka akan kesulitan mempertahankan pencapaian dalam perang di Ukraina.

Exit mobile version