JERNIH– Kejaksaan Negeri Bandung telah menetapkan Adetya Yessy Septiany alias Sasa dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) setelah terpidana kasus penggelapan rumah mewah tersebut menghilang sebelum putusan pengadilan dapat dieksekusi. Sasa, yang telah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Bandung berdasarkan Pasal 372 KUHP, diduga kabur untuk menghindari hukuman.
Menanggapi kasus ini, Andika Dutha Bachari, tenaga ahli bahasa hukum Bareskrim Polri, sekaligus kepala Biro Hukum Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), mengecam keras peristiwa tersebut. Dalam konferensi pers dan Focus Group Discussion (FGD) di Gedung Rektorat UPI, Andika menyatakan bahwa kaburnya Sasa dapat menimbulkan preseden buruk bagi sistem penegakan hukum di Indonesia.
“Kaburnya terpidana ini berpotensi menciptakan preseden buruk, mengancam ketertiban umum, dan memperburuk citra pengadilan yang saat ini tengah menjadi sorotan publik,” ujar Andika.
Ia juga menyoroti kemungkinan adanya tindakan obstruction of justice yang diatur dalam Pasal 221 KUHP, jika terbukti penasihat hukum Sasa, Hotma Sitompul dan Nico Sihombing, sengaja menyembunyikan klien mereka. “Dalam kasus ini, sikap abai atau keterlibatan pengacara dapat mengindikasikan tindakan menghalangi proses hukum,” dia menambahkan.
Andika menegaskan pentingnya Kejaksaan Negeri Bandung untuk menggunakan seluruh sumber daya yang dimiliki demi menangkap dan mengeksekusi Sasa. Langkah menjadikan Sasa sebagai DPO diapresiasi, tetapi menurutnya tidak cukup jika tidak dibarengi dengan upaya penegakan hukum yang konkret dan cepat.
“Kejaksaan harus memaksimalkan semua kemampuan dan infrastruktur hukum yang ada untuk memastikan terpidana segera ditangkap,” kata dia.
Selain itu, Andika juga menyerukan agar para pengacara terdakwa dapat menunjukkan integritas dalam menjalankan profesi mereka. Menurutnya, hal ini sangat penting untuk mencegah apatisme dan menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
Kasus ini menambah daftar panjang isu-isu yang menggerus kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia, terutama di tengah maraknya kasus korupsi dengan hukuman yang dianggap terlalu ringan. Publik berharap tindakan tegas dari Kejaksaan dan para penegak hukum lainnya dapat mengembalikan kredibilitas sistem peradilan di Tanah Air.