“Saat ini kelompok moderat terlalu pasif dalam mengisi kegiatan keagamaan di instansi/lembaga negara, disamping kelompok moderat ini perlu juga berdakwah di sosial media”
JAKARTA- Hasil penelitian Alvara Research Center pada tahun 2018 dimana sebanyak 19,4 persen Aparatur Sipil Negara (ASN) terindikasi paham radikal dan intoleran membuat sejumlah pihak khawatir.
Karena itu, Sekertaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) Majelis Ulama Indonesia (MUI), M. Najih Arromadloni, menilai perlunya peran aktif kelompok moderat menghadapi fenomena itu dengan berdakwah baik di lingkungan kementerian atau lembaga negara. Terlebih radikalisasi masuk ke dalam semua lini, sehingga tidak ada yang steril termasuk ASN, pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), TNI, maupun Polri.
“Saat ini kelompok moderat terlalu pasif dalam mengisi kegiatan keagamaan di instansi/lembaga negara, disamping kelompok moderat ini perlu juga berdakwah di sosial media,” ujarnya di Jakarta, Jumat (8/10/2021).
Faktor lain mudahnya kelompok radikal menyebarkan paham radikal dan intoleran adalah terkait pola rekrutmen yang sengaja menyasar unsur kekuatan negara (tholabun nusrah). Bahkan mereka sengaja masuk menjadi bagian dari unsur kekuatan negara untuk dapat menginfiltrasi negara dari dalam.
“Ini sangat membahayakan ketika aparatur kita khususnya TNI-Polri sudah teradikalisasi. Ini sangat membahayakan dan kasus ini sudah banyak terjadi di banyak negara salah satunya di Mesir,” kata dia.
Meskipun kelompok tersebut anti terhadap negara, lanjut Najih, tapi faktanya mereka berbondong-bondong masuk kedalam menjadi ASN. Karena mereka menganggap bahwa ini adalah cara untuk menginfiltrasi negara dari dalam.
Ia menambahkan, banyaknya akses dukungan materi bagi kelompok radikal, mulai dari pendanaan oleh Corporate Social Responsibility (CSR) maupun lembaga zakat yang dikelola oleh institusi dan perusahaan tersebut.
Gus Najih menekankan, perlu adanya perhatian dari kementerian dan lembaga terhadap kegiatan keagamaan, sehingga dapat menjadi kontrol agar kegiatan keagamaan tidak menjadi liar. Juga menyinggung sistem rekrutmen aparatur negara yang perlu diperketat lagi.
“Saya kira yang berperan adalah Kemenpan-RB, terkait dengan ideologi mestinya perlu melibatkan BNPT, TNI, Polri, BIN dan juga ormas keagamaan yang moderat. Itu yang harus dilibatkan di dalam assesment ideologi keagamaan ataupun ideologi kebangsaan para ASN,” katanya.
Ia mengimbau para pimpinan instansi dan seluruh stakeholder terkait untuk tidak hanya fokus memonitor pengajian-pengajian, namun juga soal penggalangan dana oleh CSR atau lembaga zakat di lingkungan internal.
“Sudah terbukti banyak sekali penggalangan dana yang hanya dijadikan kedok untuk mendanai kegiatan-kegiatan radikal terorisme. Sehingga kelompok-kelompok moderat juga mestinya terjun di bidang ini, terjun di bidang pengelolaan dana sosial,” kata Najih.