“Masyarakat tentu harus diberikan paham keagamaan yang moderat serta diberikan bekal ‘pemikiran kritis’ agar dapat menolak dan mencegah potensi pandangan-pandangan radikal”
BOGOR – Kelompok radikal senantiasa mencari celah untuk masuk ke setiap lini kehidupan masyarakat, demi menyebarkan paham radikal terorisme. Modus yang digunakan adalah mengisi pengajian di berbagai komunitas, termasuk di lingkungan aparat TNI-Polri beserta keluarganya.
Hal itu dikatakan mantan Direktur Eksekutif Maarif Institute, Muhammad Abdullah Darraz, di Jakarta, Rabu (9/3).
“Mereka mencoba memberikan pengaruh secara lebih halus agar ideologi mereka dapat diterima di lingkungan aparat negara, yang menjadi benteng pertahanan NKRI dan Pancasila,” ujarnya.
Karena itu, ia mengaku prihatin dengan keberadaan penceramah radikal. Infiltrasi radikalisme di masyarakat kerap kali diakibatkan oleh faktor ketidaktahuan masyarakat, baik terhadap muatan radikal-ekstrem maupun ketidakpahaman terkait peta aktor dan kelompok yang membawa misi dan narasi radikal.
“Yang menjadi persoalan dalam setiap proses infiltrasi radikalisme (kelompok radikal) di tengah masyarakat adalah lemahnya resistensi, sebagai akibat dari ketidaktahuan masyarakat,” katanya.
Baca Juga: Intelijen Barat Melawan Putin
Ia menilai, infiltrasi halus seperti penyebaran radikalisme lewat mimbar agama tidak bisa dibiarkan.
“Jika tidak disterilkan, maka kita seperti ibarat menunggu kejadian yang ada di Suriah, Libya, Irak, dan beberapa negeri di Timur Tengah itu terjadi di Indonesia,” kata dia.
Olehnya itu, perlu ada upaya intensif guna mensterilkan ruang mimbar agama dari penceramah radikal. Salah satunya mengaktifkan peran para tokoh masyarakat yang moderat di komunitas terkecil, hingga ke lembaga pemerintahan termasuk di lingkungan aparat TNI-Polri.
Selain itu, pemerintah juga harus lebih aktif mengajak ormas-ormas Islam moderat, agar semakin giat dan aktif melakukan dakwah Islam yang wasathiyah.
“Masyarakat tentu harus diberikan paham keagamaan yang moderat serta diberikan bekal ‘pemikiran kritis’ agar dapat menolak dan mencegah potensi pandangan-pandangan radikal,” ujar dia.
Syarat Utama Bagi Dai Cegah Paham Radikal
Pemahaman keagamaan moderat harus menjadi syarat utama bagi seorang dai atau penceramah diundang pada forum/mimbar keagamaan.
Jika hal ini telah dilakukan, lanjut dia, maka dapat membantu mengeliminasi tersebarnya paham radikal ekstremisme dalam mimbar-mimbar keagamaan.
“Ormas keagamaan moderat juga harus aktif melakukan kaderisasi untuk menciptakan para dai/muballig/penceramah yang memiliki visi keagamaan moderat,” ujarnya.
Kaderisasi tersebut menurutnya, dapat dilakukan dengan melakukan pelatihan dan kampanye yang masif terkait pandangan keagamaan moderat kepada masyarakat, dan juga aktif melibatkan penceramah dari luar organisasinya.
Ia juga berharap para kader dai/mubalig/penceramah dapat memiliki pemahaman terkait politisasi agama, agar para penceramah tak lagi menjadi alat kelompok radikal, demi meraih keuntungan dan kepentingan politik.
“Sebaiknya para calon dai/penceramah dapat membekali dirinya dengan pandangan-pandangan keagamaan yang moderat, kritis, toleran terkait politisasi keagamaan,” katanya.