Site icon Jernih.co

Kepolisian Baiknya Edukasi Masyarakat terkait UU ITE, Kata Pengamat Medsos

”Itu salah satu edukasi melalui aparat kepolisian. Dari situ kemudian orang-orang yang mengikuti akun-akun milik Polri kemudian akan belajar, ‘ternyata yang seperti ini yang melanggar’. Jadi penegak hukum mengedukasi masyarakat”

JAKARTA – Kepolisian sebagai aparat penegak hukum, seharusnya dapat melakukan edukasi kepada masyarakat, khususnya dari Cyber Crime Polri. Karena jika ada orang yang melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), tentu dapat diberikan teguran terlebih dahulu, tidak langsung melakukan penangkapan.

Demikian dikatakan pengamat media sosial (Medsos), Ismail Fahmi, di Jakarta, Sabtu (27/2/2021).

”Itu salah satu edukasi melalui aparat kepolisian. Dari situ kemudian orang-orang yang mengikuti akun-akun milik Polri kemudian akan belajar, ‘ternyata yang seperti ini yang melanggar’. Jadi penegak hukum mengedukasi masyarakat,” kata dia.

Masyarakat juga bisa melapor atau bertanya melalui akun resmi Kepolisian terkait UU ITE. Karenanya, jika hal tersebut betul-betul dijalankan, maka membuat masyarakat belajar dengan sendirinya.

”Memang saat ini banyak orang saling lapor menggunakan UU ITE. Tetapi sebelum ada UU ITE ini pun juga sudah demikian, menggunakan KUHP. Seperti menggunakan pasal perbuatan tidak menyenangkan untuk melaporkan orang lain,” ujar dia.

Ia menambahkan, jika dilihat dari statistik, justru banyak dari pejabat dan pemerintah yang melakukan pelaporan terkait UU ITE. Hal itu bukan karena kurangnya literasi digital saja, tapi masyarakat masih kurang paham tentang hukum, makanya tidak melaporkan.

”Jadi masyarakat sebenarnya perlu dikasih tahu, bagaimana supaya tidak sampai terkena UU ITE. Karena kadang-kadang publik tidak tahu informasi yang diterima itu ternyata hoaks, namun dishare,” katanya.

Menurut dia, sebetulnya yang dibutuhkan masyarakat adalah penjelasan dari pihak berwajib tentang UU ITE. Apalagi, minfluancer atau buzzer identik dengan politik dan polarisasi politik.

”Mereka kan dibayar untuk mengangkat citra tuannya dan menyerang lawannya, kedua belah pihak sama dan akhirnya mau tidak mau ya terjadi polarisasi. Pemerintah pun juga sama, sudah ada bagian Humas, ada bagian PR, tidak perlu lagi ada buzzer untuk membantu mempromosikan,” kata dia. [Fan]

Exit mobile version