Oleh Doddi Ahmad Fauji
Kedeputian Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur, Kementerian Pariwisata, telah melakukan berbagai upaya untuk pemerolahan navigasi keamanan dan keselamatan destinasi pariwisata, khususnya Destinasi Wisata Bahari, di Provinsi Maluku Utara. Kesalamatan adalah kunci dari keberhasilan industri pariwisata.
Kenapa Maluku Utara yang dipilih? Karena potensi Maluku Utara amat besar di dunia pariwisata bahari atau ‘marine tourism’, dan pembangunan serta pengembangannya menjadi perhatian Kementerian Pariwisata, supaya yang potensi ini dapat berkontribusi pada peningkatan “posisi wisata bahari Indonesia makin dikenal secara internasional”.
Dari sejumlah produk-produk pariwisata yang dimiliki Indonesia, pemerintah sedang berkonsentrasi untuk mengawal produk-produk wisata melalui tiga lini, yaitu: 1) wisata gastronomi atau potensi-potensi kuliner, 2) wisata kebugaran atau wellness, dan 3) marine tourism atau wisata bahari.
Di Kota Ternate, Maluku Utara, kemudian digelar diskusi untuk membincangkan keselamatan kerja di lingkungan wisata bahari dengan dihadiri unsur pentahelik, yaitu Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pariwisata, Dinas Pariwisata dan instansi terkait di tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota, unsur akademisi dari perguruan tinggi, pelaku industri wisata, komunitas wisata, serta media, yang digelar pada 7 Oktober 2025. Selain itu, digelar pula workshop keselamatan penyelaman yang juga berlangsung di tempat sama pada 7 dan 8 Oktober 2025 dengan peserta berasal dari para pelaku atau pemandu wisata ‘diving’ (menyelam) seluruh Provinsi Maluku Utara.
Mengawali diskusi, Hariyanto selaku Deputi Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur, Kementerian Pariwata, memberikan arahan serta gambaran kondisi pariwisata terkini dalam konstelasi pemerintahan Indonesia.
Hariyanto menjelaskan, instansinya telah menjalin kerjasama (MoU) dengan Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran Bandung, untuk memetakan strategi komunikasi dalam menunjang tugas dan fungsi Pengembangan Destinasi dan Infratruktur. Hal itu ditempuh, karena keberhasilan berkomunikasi dan penyampaian informasi, juga menjadi kunci lain yang harus dimiliki untuk membukakan pintu gerbang keberhasilan.
“Kemenpar sangat menyadari dan memahami tentang pentingnya keselamatan dan keamanan di destinasi wisata bahari, sebab keselamatan dalam dunia wisata tentunya menjadi salah satu kunci yang harus dimiliki. Kecelakaan di laut, baik dalam peristiwa parisiwisata maupun bukan, akan berdampak besar bagi pembangunan informasi. Kerjasama Kemenpar dengan Unpad adalah agar pengemasan informasi untuk publik dapat berjalan dengan baik,” kata Hariyanto.
Kehadiran para peserta diskusi, tentunya diharapkan dapat urun rembug gagasan atau sumbangsih pemikiran guna meningkatkan industri pariwisata di Tanah Air. Usulan-usulan dari para peserta diskusi, diharapkan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan atau kebijakan secara institusional, baik untuk tingkat Kabupaten dan Kota, Provinsi, maupun Kementerian Pariwisata dan kabinet Merah Putih pada umumnya.

Sementara itu, semenjak mendapatkan amanah dari Presiden, berkali-kali Menteri dan Wakil Menteri Pariwisata memberikan arahan tentang pentingnya penanganan manajemen krisis, termasuk krisis dalam industri pariwisata bahari.
Maluku Utara dipilih untuk tempat diskusi, karena Provinsi Maluku Utara masih menjadi salah satu dari sepuluh destinasi pariwisata prioritas, atau sepuluh Daerah Prioritas Pengembangan (DPP) Pariwisata yang berlanjut ke pemerintahan saat ini. Penjabaran Undang-undang Kepariwisataan berupa rencana pembangunan jangka panjang Kepariwisataan Nasional, juga jangka menengah RPJMN 2020-2029, menyebutkan bahwa sepuluh DPP tetap melekat, dilanjutkan, bahkan mesti dipercepat pembangunannya.
“Karena itu, hari ini kita berkumpul bersama untuk memastikan peningkatan kualitas network kita, para pihak stakeholders yang concern dalam pengembangan kualitas wisata bahari di Maluku Utara. Ada nanti bagaimana strategi penguatan komunikasinya, karena bagaimanapun juga pariwisata itu sebagian di antaranya masalah destinasi, sebagian lainnya adalah masalah komunikasi yang dibangun dan dinarasikan dengan baik. Kalau saja ada isu-isu, ada kasus-kasus kurang bagus yang berkaitan dengan keselamatan atau keamanan di bidang pariwisata, maka tantangannya adalah bagaimana mengkomunikasikan dan menarasikannya kepada publik dengan baik, bahwa dalam dunia pariwisata bahari, tidak terjadi sesuatu hal yang negatif dan menakutkan,” kata Hariyanto.
Dengan komunikasi yang baik, menunjukkan bagaimana para pihak yang berkaitan dengan seluruh masyarakat, seluruh stakeholders, memproses serta mengupayakan, memikirkan terus-menerus peningkatan dan kesadaran tentang keselamatan dan keamanan di laut.
Nah, dalam konteks komunikasi, isu keselamatan itu sebuah keniscayaan di berbagai aspek, terlebih lagi di pariwisata. Contoh baik adalah kesigapan panitia pananggulangan Covid-19 dari Basarnas, dari SAR, dan lain-lain, tampak terus meningkat kualitas layanannya, termasuk sarana dan prasarananya yang ada. Hal itu sangat menentramkan, dan menumbuhkan kepercayaan publik terhadap pelaku industri pariwisata.
“Ada sejumlah data yang sempat kami pelajari dari Basarnas misalnya, pada tahun 2024 Basarnas telah menyelamatkan 573 orang. Memang ada korban meninggal, begitu juga yang hilang. Penarasian dan pengkomunikasiannya disampaikan dengan baik.”
Kunci lain yang menunjukkan keberhasilan dalam pengelolaan wisatawan adalah ketika wisatawan itu datang kembali, dan datang lagi, mengalami ‘repeatable’. Hal itu akan terjadi, manakala wisatawan merasakan pelayanan yang bagus, keamanan, dan kenyamanan. “Contohnya saya, datang ke Maluku Utara, dan datang lagi bukan dalam rangka dinas, tapi memang hendak berlibur sambil berwisata membawa keluarga, karena kebetulan juga ada kelurga dari kampung saya yang berasal dari Majalengka, tinggal di Pulau Tidore. Saya mau datang lagi, karena Maluku Utara aman!”
Wisata Adalah Kuci Pengentasan Kesejahteraan dan Pemberdayaan Masyarakat.
Hariyanto menuturkan, kalau boleh membuka rahasia, dalam beberapa momentum, Menteri dan Wakil Menteri, beberapa kali dipanggil oleh Presiden, dan Presiden mengantakan sektor pariwisata itu ada di mana-mana, maka karena itu, sangat penting kedudukannya, erat korelasinya dan sangat signifikan untuk kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat. Maka karena itu, meskipun di era efisiensi anggaran, namun Pemerintah mendorong tumbuh-kembangnya sektor pariwisata yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Presiden pun menegaskan pembangunan pariwisata akan berangsur-angsur kembali normal, dan insya Allah tahun depan normal kembali, bahkan mungkin bisa lebih baik lagi.
Dengan pihak DPR Komisi VII, pemerintah baru saja menyelesaikan penyusunan Undang-Undang Kepariwisataan. Ada beberapa hal yang mengembirakan, mengenai perubahan cara pandang terhadap pariwisata. Kalau di Undang-Undang Priwisata sebelumnya, pendekatan pemajuan kepariwisataan nasional itu berdasarkan empat (4) pilar, yaitu 1) destinasi pariwisata, 2) industri termasuk investasi, 3) promosi pemasaran, dan 4) sumber daya, maka dalam Undang-Undang Kepariwisataan yang baru, pendekatannya lebih holistik, yaitu pendekatan terhadap ekosistem pariwisata. Salah satu aspek penting yang baru, yang sangat berhubungan dengan pendekatan destinasi wisata adalah pengembangan kepariwisataan berbasis masyarakat lokal melalui pembangunan desa wisata atau kampung wisata sebagai bagian dari ekosistem yang dimaksud.
Rumusan apa itu desa-wisata, tujuannya, kemudian klasifikasinya, sedang digodok lagi standarisasinya, diharapkan menjadi bagian penting dari pemajuan kepariwisataan nasional yang berbasis masyarakat lokal.
Banyak perubahan dinamis, yang diyakini pemerintah merupakan perubahan ke arah pengembangan kepariwisataan yang betul-betul membumi, yang betul-betul dimulai dari bawah. Dan ini sejalan juga dengan klasifikasi pembangunan dari desa atau dari kampung, yang akan menunjang pada pembangunan ekonominya, terutama menurunkan angka kemiskinan dan seterusnya. Dalam konteks itulah, lagi-lagi pariwisata menjadi bagian penting.
Perlu diingat, ada RPJPN, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, terutama di Kementerian Pariwisata yang sudah ‘clear’ (bersih), yaitu Pemerintah Maluku Utara dapat mengawal pengembangan wisata bahari di Pulau Morotae dan sekitarnya, termasuk daerah-daerah penyangganya.
“Dan juga ada Undang-Undang Pariwisata yang baru. Memang belum dipublikasikan, karena sedang proses untuk diundangkan, tetapi kita sudah bisa melihat atau mendapatkan informasi di media, karena sudah resmi diusulkan dalam proses legislasi di DPR pada 2 Oktober 2025 ini.”
Selain menggelar diskusi, Kementerian Pariwisata juga menggelar workshop keselamatan para penyelam, bekerja sama dengan organisasi non-profit bersekala dunia dan ‘diver alert network’ yang telah berkiprah menguatkan potensi wisata bahari di Indonesia, terutama pada aspek keselamatan dan keamanan dalam penyelaman atau dalam mengeksplorasi wisata bahari.
Workshop atau pelatihan keselamatan penyelaman, juga merupakan bantuan pemerintah pusat sebagai penanda perhatian dari para pihak kolaborasi negara, kementerian pariwisata, dan lain-lain dengan salah satu organisasi non-profit yang sudah aktif, yaitu ‘Diver Alert Network’ tadi, berupa bantuan peralatan untuk keselamatan dan keamanan. ***
Catatan: Foto-foto Dokumentasi Kementerian Pariwisata.
Berita terkait: Rapat Koordinasi Menjaga Kesalamatan Wisatawan Bahari