JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan suap penganti antarwaktu ( PAW) Anggota DPR 2019-2024 atas keterlibatan politisi PDI-Perjuangan, Harun Masiku yang saat ini masih menjadi buronan lembaga antirasuah.
Pada Jumat (28/2/2020), penyidik memeriksa Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman. Didapati keduanya pernah bertemu di kantor KPU.
“Ditanyanya soal hubungan saya dengan Harun Masiku seperti apa, ya, saya jelaskan saya enggak kenal siapa Harun Masiku tapi dia pernah datang ke kantor, ya, menyampaikan surat judicial review yang diputuskan oleh itu,” ujar Arief, di Jakarta, Jumat (28/2/2020).
Judicial review atau uji materi yang dimaksud Arief yakni keputusan Mahkamah Agung yang berisi pengalihan suara Nazarudin Kiemas (kader PDIP terpilih, sebelum meninggal dunia) kepada Harun Masiku, serta membatalkan penetapan Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024, yang suaranya berada diurutan kedua setelah Nazarudin.
Arief menegaskan, pihaknya menolak surat berisi fatwa tersebut, karena tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2019 tentang perubahan atas Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2017 tentang PAW Anggota DPR.
“Saya sampaikan ini enggak bisa ditindaklanjuti karena tidak sesuai dengan ketentuan,” kata dia.
Mengenai pertemuan dengan Harun, ia menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar. “Kan setiap orang banyak yang datang ke kantor berkonsultasi, biasa aja itu. Ya, saya juga enggak berpikir apa-apa waktu itu,” kata dia.
Arief mengaku, pertemuan itu hanya mereka berdua saja. Bahkan tak pertemuan lagi selain itu. “Enggak ada. Kalau ketemu saya selain itu enggak ada, itu saja yang saya sampaikan,” ujar dia.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan dua tersangka penerima suap, yakni mantan komisioner KPU, Wahyu Setiawan dan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu, Agustiani Tio Fridelina. Kemudian dua kader PDIP, Harun Masiku dan Saeful menjadi tersangka pemberi suap.
KPK menyangka Harun melalui Saeful memberikan janji suap Rp900 juta kepada Wahyu. Suap diduga diberikan agar Wahyu memuluskan jalan Harun menjadi anggota DPR lewat jalur pergantian antarwaktu.
Kasus ini bermula ketika caleg PDIP dari Dapil Sumatera Selatan I Nazaruddin Kiemas meninggal. PDIP ingin suara yang diperoleh Nazaruddin dialihkan kepada Harun Masiku. Padahal, KPU menetapkan caleg lainnya Riezky Aprilia. [Fan]