Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Pakistan mengatakan, India berusaha mengalihkan perhatian dari pelanggaran hak asasi manusianya di Kashmir dengan mengajukan tuduhan palsu tentang “upaya infiltrasi”
NEW DELHI– Pertempuran bersenjata antara Angkatan Darat India dan gerilyawan di Kashmir pada Sabtu sore (2/5) telah menewaskan sedikitnya tujuh orang. Kekerasan kembali meningkat di Kashmir, meningkatkan ketegangan di wilayah yang sejak lama dipersengketakan itu.
Militer India mengatakan, tentara memburu gerilyawan yang memerangi pemerintah India di kota Handwara yang terpencil, di Kashmir utara, dekat perbatasan dengan Pakistan. Militer mengatakan, pihak gerilyawan menyandera warga sipil pada Sabtu sore. Klaim tersebut belum terverifikasi.
Ketika pertempuran semakin memburuk, menurut tentara lima personel keamanan India– termasuk seorang kolonel, seorang mayor dan seorang perwira polisi Kashmir, tewas mengenaskan. Menteri Pertahanan India, Rajnath Singh, mengatakan pada hari Minggu di Twitter, kehilangan tersebut begitu mengganggu.
“Kami tidak akan pernah melupakan keberanian dan pengorbanan mereka,” kata Singh.
Kashmir, yang terjebak dalam sengketa wilayah antara India yang mayoritas Hindu, yang menguasai sebagian besar wilayah itu, dan Pakistan yang mayoritas Muslim, telah mengalami konflik brutal selama beberapa dekade. Sebuah gerakan pemisahan diri dengan kekerasan yang dimulai pada akhir 1980-an telah memperlihatkan banyak pejuang gerilya melintasi perbatasan dari Pakistan ke India. Pada gilirannya, India meningkatkan kehadiran militernya di wilayah tersebut untuk mencoba memadamkan pemberontakan.
Setelah beberapa lama mendingin, sikap diskriminatif pemerintah New Delhi yang dipimpin Narendra Modi telah membuat ketegangan di wilatah itu kembali memanas.
Dalam beberapa minggu terakhir, ketegangan meningkat antara India dan Pakistan di sepanjang Garis Kontrol yang berbukit-bukit dan berpegunungan, yang membagi wilayah Kashmir menjadi dua bagian. Video yang direkam akhir bulan lalu di Kashmir utara, menggambarkan tentara India menembakkan peluru artileri ke seluruh menara pengintai dan bunker yang menghiasi kaki bukit yang dihuni warga perdesaan.
Pada Sabtu lalu, seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Pakistan mengatakan, India berusaha mengalihkan perhatian dari pelanggaran hak asasi manusianya di Kashmir dengan mengajukan tuduhan palsu tentang “upaya infiltrasi.” Kementerian Luar Negeri Pakistan belum membantah bahwa tentara India tewas selama akhir pekan.
“Kebijakan dan pendekatan Pakistan jelas karena tidak mengizinkan penggunaan tanahnya untuk kegiatan apa pun terhadap siapa pun,” kata pernyataan kementerian itu.
Kashmir segera terperangkap ke dalam kekacauan sejak Agustus lalu, ketika pemerintah India mencabut otonomi di sebagian wilayah itu. Sejak itu, ketegangan meningkat di Lembah Kashmir, di mana banyak bisnis tutup, jalan-jalan dikosongkan dan, kata dokter, keputusasaan penduduk berubah menjadi krisis psikologis yang parah.
Hidup telah mulai pulih sedikit sebelum India memberlakukan lockdown nasional pada bulan Maret untuk melawan virus corona, membuat Kashmir terjerumus ke dalam kekacauan baru. Petugas polisi memblokir jalan dengan lilitan kawat berduri yang mengkilap. Toko-toko tutup sekali lagi, dan ribuan warga Kashmir kehilangan pekerjaan.
Namun meskipun terkunci, baku tembak dan pertempuran di Kashmir belum berhenti. Setidaknya 50 militan dan 20 tentara tewas tahun ini, menurut data yang dikumpulkan South Asia Terrorism Portal, sebuah proyek penelitian yang konsen dengan konflik di sana.
Pertempuran senjata berkecamuk Sabtu malam selama berjam-jam di Handwara, tempat tentara India dan polisi menemukan diri mereka terperangkap di antara rumah-rumah, ketika mereka dihajar tembakan para gerilyawan.
Seorang penjaga toko, Mushtaq Ahmad Wagee, 61, yang tinggal di dekat lokasi pertempuran, mengatakan keluarganya tidak bisa tidur ketika tembak-menembak di antara gerilyawan dan pasukan yang bersembunyi berlanjut, dan gumpalan asap raksasa memenuhi langit.
“Pada akhirnya, seseorang meninggal setiap hari di Kashmir,” katanya. “Pertumpahan darah ini harus dihentikan sekarang.” [Sameer Yasir/ The New York Times]