- Kamp pelanggara aturan karantina itu tidak besar, tapi cukup menakutkan.
- Pelanggar diperlakukan seperti tahanan politik.
- Awal Desember lalu, enam pelanggar aturan karantina menemui ajal di kamp.
JERNIH — Korea Utara punya cara sadis untuk membuat rakyat mematuhi aturan karantina Covid-19, yaitu membangun kamp kerja paksa untuk para pelanggar.
Kamp terletak di Sungho-ri, Propinsi Hwanghae Utara. Kamp baru ini tidak besar, tapi cukup menakutkan bagi pelanggar aturan karantina.
Sebelumnya, Korut mengirim pelanggar aturan karantina ke kamp penjara politik, menuduh mereka melanggar kebijakan Partai Pekerja, dan memperlakukan pelanggar sebagai penjahat khusus yang bersalah atas kejahatan politik.
Sumber Daily NK mengatakan jumlah pelanggar aturan karantina meningkat, dan Korut merasa perlu membangun kamp baru.
Kementerian Sosial saat ini mengelola Kamp 17 di Kaechon dan Kamp 18 di Pukchang, keduanya di Propinsi Pyongan Selatan.
Pihak berwenang Korut juga membuka fasilitas di salah satu tambang yang pernah menjadi Kamp Penjara Politik Hwachon. “Mereka membangun kamp baru dengan menutup tambang, dan menggunakan bahan bangunannya,” kata sumber itu.
Tidak diketahui apakah kamp yang baru dibangun bersifat sementara, atau hanya saat sedemikian banyak pelanggara aturan karantina. Yang pasti, pelanggaran hak asasi manusia terjadi di kamp baru itu.
“Penguni baru terbagi ke dalam beberapa kelompok,” kata sumber itu. “Setiap kelompok beranggotakan tujuh orang.”
Usai menyelesaikan pekerjaan di tambang, setiap orang harus berlari untuk sampai ke barak. Jika pingsan, atau tidak kuat berlari, tahanan harus berlari sepuluh kali lebih jauh.
“Awal Desember, enam dari 53 tahanan baru meninggal dalam sehari,” kata sumber itu. “Mereka masuk kamp karena melanggar aturan karantina dan protokol kesehatan, tapi tidak ada protokol kesehatan di dalam kamp.”