JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melakukan pembenahan terhadap peningkatan kinerja dalam memberantas korupsi di tanah air. Meski begitu, rupanya lembaga antirasuah memiliki jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang, karena syarat yang diberikan agak tinggi.
“SDM di KPK itu memang tidak cukup,” ujar Wakil Ketua KPK, Loade M Syarief saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR di Jakarta, Rabu (27/11/2019).
SDM yang dimaksud Syarif seperti, kebutuhan terhadap tenaga Jaksa. Dimana jumlah ideal yakni sekitar 120 orang, namun dari 60 orang yang mengikuti tes, tak cukup 20-an yang lolos.
“Ketika ada 60 jaksa yang ikut tes, yang lulus hanya 10 orang,” katanya.
Selain itu, dengan perkembangan teknologi, lanjut Syarif, perkara korupsi semakin canggih. Bahkan terkadang pihaknya tak bisa mendeteksi hal tersebut. Sehingga dibutuhkan regenerasi penyelidik dan penyidik ke depan.
“Kasus korupsi yang besar pasti ada komponen luar negeri, dan SDM di KPK yang bisa berhubungan dengan pihak luar negeri sangat sedikit,” katanya.
Ia mencontoh, soal KTP Elektronik ada lima negara untuk mendapatkan barang bukti. Dimana yang paling banyak diperoleh yakni Amerika Serikat dan Singapura. “Jadi ‘second line’ komisioner yang akan datang, para deputi, dan direktur harus paham modus kasus korupsi,” kata dia.
Tak hanya itu, KPK juga perlu peningkatan hubungan terhadap Kepolisian dan Kejaksaan Agung. Sebab tidak semua kasus hukum yang dikoordinasikan di lembaga lain, dapat segera selesai.
“Terus terang kalau untuk mengambil alih boleh menurut hukum, namun kami saling menghargai sesama lembaga. Itu gampang diucapkan namun pada kenyataannya susah,” ujar Syarif.
Kemudian pada pencegahan, perlu ditingkatkan pembangunan sistem, sehingga bukan hanya sekedar kampanye. Bahkan masing-masing kementerian dan lembaga memiliki sistem sendiri.
“Kalau misalnya Presiden mau ‘streamline’, tentukan satu, saya pikir itu akan lebih bagus,” katanya.
“Kalau ‘online single submition’ menjadi lima jangan salahkan investor tidak mau masuk. Bukan over regulasi, kadang yang dibuat pemerintah beda-beda dan itu ada di komando eksekutif,” Syarif menambahkan. [Fan]