Site icon Jernih.co

Lewat Perkawinan Bisnis Belanda-Jerman Berdirilah Hotel Homann

JERNIH — Entah apa yang ada di benak August Heinrich Homann ketika menikahi janda Jacoba van Gent-van Hogezant dan menetap di Bandung. Yang pasti, keduanya punya visi sama; membangun bisnis perhotelan.

Kesamaan visi itu melahirkan Hotel Homann, salah satu hotel legendaris di Bandung, bahkan mungkin di Hindia-Belanda.

Tidak diketahui pasti kapan August Homann tiba di Hindia-Belanda. Bert Immerzeel, penulis Javapost.nl, memperkirakan dia tiba di Semarang sebelum 1870-an.

Buktinya, tahun 1865 ia menjual kereta kuda dua kursi dengan mengiklankannya di Majalah De Locomotive Semarang. Satu dekade kemudian, entah bagaimana, August Homann tercatat sebagai pemilik hotel pemandian Sindanglaja. Tahun 1880-an ia memiliki Hotel Bodjong di Semarang.

Di Bandung, janda Jacoba van Gent-van Hogezant memutuskan menetap di kota utama Preanger Regentschaps untuk tetap dekat dengan Katja Katja Wetan — sebuah guest house yang dikelolanya.

Entah di mana keduanya bertemu. Bert Immerzel memastikan keduanya menikah di Semarang tahun 1874.

Jacoba membawa August Homann ke Bandung untuk memulai dan mengelola hotel baru. Keduanya sepakat pada satu hal, Bandung memiliki potensi untuk tumbuh dengan beroperasinya jalur KA Tjiandjoer-Bandoeng, yang memungkinkan warga Batavia melakukan perjalanan ke Bandung dengan kereta api.

Hotel Baru

Tahun 1884 iklan pertama hotel baru Homann dan Jacoba muncul di surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad.

‘Hotel Homann te Bandoeng. Het nieuwe hotel, nabij het Residentiekantoor, geheel nieuw gebouwd en ingericht, voorzien van ruime luchtige kamers, wordt beleefdelijk aanbevolen”

(Hotel Homann di Bandung. Hotel baru di dekat Kantor Resident. Sepenuhnya baru dan dilengkapi kama-kamar luas dan lapang, dengan pelayan yang sopan.”

Homann dan Jacoba jelas membidik ceruk pasar Batavia, bukan Bandung. Keduanya membujuk kalangan berduit Batavia; keluarga pejabat dan pengusaha, untuk bepergian ke Bandung dan menginap di hotel-nya.

Tahun-tahun berikut, konten advetorial muncul di koran yang sama secara teratur. Artikel ditulis koresponden Bataviaasch Nieuwsblad di Bandung.

Voor toeristen kan ik ten zeerste het hotel der plaats, genaamd Hotel Homann, aanbevelen; hoewel niet luxerieus ingericht, is de tafel er uitstekend, de bediening goed, de behandeling voorkomend en is de eigenaar en zjjne vrouw de verpersoonlijkte welwillendheid en zorgzaamheid. Ook dat is zeer veel waard.’

(Untuk wisatawan, saya sangat merekomenasikan hotel ini, yang disebut Hotel Homann. Meski tidak berperabotan mewah, mejanya sangat bagus, pelayanannya luar biasa, perawatannya keren. Homann dan Jacoba adalah personifikasi kebajikan dan perhatian. Itu sangat berharga).

Dalam waktu singkat Hotel Homann sedemikian populer, terutama di kalangan masyarakat Batavia yang bepergian ke Bandung. Hotel Homann menjadi makmur.

Namun, itu tidak lama. Pesaing muncul pada tahun yang sama, yaitu Hotel Preanger. Lokasi hotel baru ini tidak jauh dari Hotel Homann, dan seolah ‘menantang’ bersaing jarak dekat di ceruk pasar yang sama.

Homann dan Jacoba melakukan segala cara. Salah satunya merenovasi hotel. Kamar diperluas, menu makanan lebih banyak, dan layanan ditingkatkan.

Tahun 1889, lima tahun setelah pembukaan pertamanya, Homann dan Jacoba mengumumkan nama baru hotelnya, yaitu Groot-Hotel Homann Bandoeng.

Dalam iklan disebutkan, hotel baru dengan semua serba baru; desain yang indah, meja yang sangat baik, kamar mandi ganda. Hotel dibuka kali pertama pada 20 Juni 1889.

Artikel iklan di Bataviaasch Nieuwsblad tentang hotel ini menggunakan semua kata pujian bombastis. Ada artikel yang secara khusus bercerita tentang bagian dalam hotel, dengan semua perabotannya.

Hotel Homann relatif mampu mengatasi persaingan. Tingkat hunian hotel terus meningkat, terutama pada akhir pekan atau ketika masyarakat kulit putih Batavia berkunjung ke Bandung.

Bandung Berkembang

Tahun-tahun berikut Bandung berkembang luar biasa. Pada akhir abad ke-19, Bandung berpenduduk 50 ribu jiwa, dengan 2.000 orang Belanda dan Eropa non-Belanda. Tahun 1920, penduduk Bandung meningkat dua kali lipat, menjadi 100 ribu, dengan 10 ribu Belanda dan Eropa non-Belanda.

Tahun 1896, dua belas tahun setelah pembukaan pertama Hotel Homann, Java Bode mengabarkan kematian August Heinrich Homann pada usia 68 tahun.

Dalam pesan yang ditandatangani Louise, putri tunggal Homann-Jacoba, serta dua putra Jacoba dari pernikahan sebelumnya, keluarga mengkonfirmasi kematian August Homann.

Mevrouw Homann, demikian Jacoba dipanggil, saat itu berusia 58 tahun. Ia tidak mampu menjalankan hotel sendirian dan membuat keputusan strategis bagi masa depan hotel.

Ia merangkul sejumlah pihak dan membentuk perseroan publik N.V Hotel Homann. Mevrouw Homann dan anak-anaknya menjadi pemegang saham. Pemegang saham lainnya adalah HA Loheyde, SWJ van Buuren, CJ van Haastert, JR de Vries, dan H Simon.

Dekade pertama abad ke-20, Mevrouw Homann menetap di Lembang, tempat dia membeli vila. Tahun 1912, CNJ van Gent, putra Mevrouw Homann dari pernikahan sebelumnya, membangun Hotel Montagne di lokasi vila milik ibunya.

Ekspansi Homann

Tahun 1908, De Locomotif menulis Hotel Homann sedang dimodernisasi. Sejumlah kamar diperbarui. Lantai atas dibangun dan terlihat agak bagus. Tujuannya, Hotel Homann tidak boleh kalah dengan hotel terbaik di Batavia.

Juli 1909, Preanger Bode menulis panjang tentang Hotel Homann yang baru. Menurut koran itu, Bandung kini memiliki hotel modern.

Pada 26 Maret 1917, Preanger Bode mengabarkan kematian Mevrouw Homann. Sang nyonya tidak meninggal di Bandung atau Batavia, tapi dalam perjalanan ke Eropa.

Sebagai orang berduit, Mevrouw Homann beberapa kali melakukan perjalanan ke Eropa. Ketika kali terakhir akan melakukan perjalanan ke Eropa, Mevrouw Homann dinasehati untuk tidak melakukannya. Maklum, Eropa masih sibuk dengan Perang Dunia I.

Mevarouw Homann berkeras tetap berangkat. Di atas kapal SS Willis, Mevrouw Homann mengembuskan nafas terakhir. Namun, rincian kematian tidak pernah disiarkan. Tidak pula ada upacara pemakaman besar-besaran, seperti layaknya penguburan pebinisnis besar.

Muncul desa-desus, Mevrouw Homann terlempar dari kapal dan ditelan gelombang.

Sepeninggal Mevrouw Homann, hotel melewati tahun-tahun penuh kemakmuran sampai 1928. Tahun berikutnya terjadi malaise, yang diplesetkan kalangan pribumi menjadi meleset.

Great depression, atau depresi besar, dimulai dengan kejatuhan saham di Bursa New York. Di Hindia Belanda, harga komoditas pertanian anjlok sampai ke titik terendah, yang membuat ribuan ton kopi, teh, karet, dan gula, dibuang ke laut.

Sektor pariwisata babak belur, dan Hotel Homann menderita kesepian tamu dan oleng. NV Homann tidak mampu membayar dividen, dan pemegang saham harus menanggung kerugian.

Setelah malaise berakhir, tabun 1935 NV Homann melakukan ekspansi dengan membeli Vila Isola di Lembang. Vila dengan 15 kamar itu ditawarkan sebagai pavailiun mewah Homann.

Savoy Homann

Diam, atau tidak kreatif, adalah kematian. NV Homann sangat tahu itu. Tahun 1937, tepatnya 23 Juli, NV Homann mengumumkan rencana renovasi.

Arsitek Aalbers dan De Waal ditunjuk merancang hotel baru. Maket baru hotel dipamerkan. Aalbers dan De Waal hadir memberi penjelasan. Grand Hotel Homann hasil renovasi akan menyandang nama baru, yaitu Savoy Homann Hotel.

Nama ‘savoy’ diambil dari nama salah satu hotel paling bergengsi di dunia, yaitu Savoy Hotel London. Savoy artinya megah atau mahal.

Maret 1938, Mooi Bandoeng menulis tentang kelahiran Savoy Homann Hotel, yang akan siap tahun itu. Savoy Homann, tulis koran itu, seakan menyembul dari tanah. Sepotong Bandung yang cantik telah hilang untuk memberi jalan bagi salah hotel paling modern di Timur jauh.

Pada 24 Februari 1939 Savoy Homann Hotel dibuka. Peresmian dihadiri pejabat lokal. Ada pidato-pidato, dan orang-orang menghuni hotel untuk kali pertama.

Di masa perang, Savoy Homann Hotel juga menderita. Jepang sempat menggunakan hotel itu untuk menginap pasukan. Tentara Republik Indonesia (TRI) sempat menyerang Savoy Homann Hotel dan Hotel Preanger, tapi tentara Gurkha Inggris menyelamatkannya.

Setelah Belanda Pergi

Tahun 1946, Savoy Homann Hotel kembali ke pemiliknya, dengan Mr FJA van Es sebagai direktur. Setelah kematian Van Es tahun 1952, jandanya memutuskan kembali ke Belanda dan menjual seluruh sahamnya kepada RHM Saddak.

Tahun 1987, hotel dijual ke keluarga HEK Ruchiyat, direktur PT Panghegar Group. Sejak tahun 2000, hotel dimiliki Grup Bidakara dan menjadi Hotel Bidakara Grand Savoy Homann.

Maka, berakhirlah sejarah Hotel Homann. Pemegang saham baru silahkan menambah nama untuk hotel ini, tapi nama Homann adalah sejarah.

Nama Homann tidak bisa dilempar ke museum dan menjadi kisah masa lalu, tapi akan tetap ada entah sampai kapan.

Exit mobile version