Site icon Jernih.co

Liz Truss, Wanita Ketiga Penghuni Downing Street

JERNIH — Liz Truss, Senin 5 September, diumumkan sebagai perdana menteri Inggris berikut dan wanita ketiga yang menghuni Downing Street setelah memenangkan kontes kepemimpinan di tubuh patai konservatif yang berkuasa.

Menteri luar negeri Inggris itu mengalahkan Rishi Sunak, pesaing serius dan menteri keuangan kabinet PM Boris Johnson, dengan 81.326 suara berbanding 60.339 suara.

Kontes internal selama musim panas ini dipicu pengunduran diri PM Boris Johnson, Juli lalu.

Elizabeth Truss mengambil alih kekuasaan sebagai konservatif tradisional dengan janji pajak rendah untuk mendorong perekonomian.

Posisinya saat ini adalah kebalikan dari bagaimana dia memulai, sebagai pendukung Demokrat Liberal dari keluarga progresif, yang menentang monarki dan Brexit.

Ia memiliki gaya sendiri dalam perjalanan politiknya, yang memicu kritik tapi memiliki keyakinan yang tulus dan memprioritaskan kekuasaan atas ideologi.

Gaya bicaranya lurus saat memperjuangkan perdagangan bebas, dan itu terbukti populer di kalangan Konservatif akar rumput.

Truss, kini berusia 47 tahun, melibas ortodoksi birokrasi, terutama di kementerian keuangan — tempat dia pernah bekerja.

“Dia mampu menampilkan diri sebagai lebih otentik, lebih biasa,” kata Tim Bale, dari Queen Mary University of London. “Dia menempatkan diri sebagai, meski telah berada di pemerintahan selama delapan tahun, hampir di luar pendirian itu. Jadi, Truss adalah orang dari jenis yang dapat diandalkan.”

Pewaris Thatcher?

Bagi pengagum Truss, kampanye PM baru ini dibangun di atas naluri dan keyakinan yang dipegang teguh sejak lama.

“Dia blak-blakan. Dia selalu menjadi pengganggu,” kata Mark Littlewood, kepala lembaga pemikir Institut Urusan Ekonomi dan mantan anggota klub Demokrat Liberal Universitas Oxford. “Anda benar-benar perlu memahami Truss.”

Truss adalah wanita ketiga yang menjadi PM Inggris, dan secara tak terhindarkan dibandingkan dengan Margareth Thatcher.

Sebagai menlu selama setahun terakhir, Truss digambarkan mengendarai tank dan mengenakan topi bulu Rusia di Moskwa, seperti ikon Tory. Namun dia menolak saran dan taktik visual disengaja.

Sebagai wanita besi, Truss dihadapkan pada tugas berat; memimpin Inggris keluar dari inflasi tinggi selama beberapa dekade, krisis biaya hidup yang memburuk, dan aksi industri.

Robert Shrimsley, komentator politik Financial Times, percaya Truss bukan pewaris Margareth Thatcher, tetapi pendukung doktrik ‘kueisme’-nya Boris Johnson.

Truss adalah pilihan partai Konservatif yang tidak menyukai pilihan sulit. Dia berbeda dengan Rishi Sunak yang mengkampanyekan disiplin fiskal.

Exit mobile version