JERNIH – Seorang mahasiswi yang lolos dari perkosaan terbebas dari tuntutan setelah dituduh melawan dan menyerang pria pelakunya. Perempuan itu melawan dengan menggigit lidah penyerangnya sebagai pembelaaan diri.
Keputusan Kantor Kejaksaan Umum Distrik Busan minggu lalu diharapkan menjadi preseden yang berarti di negara di mana pembelaan diri jarang diakui. Dalam kasus serupa pada tahun 1965, seorang korban, Choi Mal-ja, menerima hukuman penjara yang ditangguhkan, yang sekarang ingin dia ajukan peninjauan kembali lewat pengadilan ulang.
Seperti dikutip dari Koreatimes, Rabu (17/2/2021), kasus ini bermula ketika seorang mahasiswi melakukan perjalanan ke Busan bersama tiga temannya pada 19 Juli 2020. Menurut dokumen yang diperoleh Hankook Ilbo, surat kabar The Korea Times, seorang pria berusia 30-an menawarinya tumpangan setelah melihatnya terlihat seperti mabuk dengan niat untuk memperkosanya. Perempuan itu duduk di kursi penumpang, mengira lelaki itu adalah seorang sopir taksi.
Dalam perjalanan ke tempat terpencil, pria itu membeli lakban, satu pak kondom dan tiga botol soju. Pria itu parkir di tengah jalan di Gunung Hwangnyeong di Distrik Kota Yeonje, dan menciuminya dengan memasukkan lidah ke dalam mulut perempuan itu. Tak terima dengan perlakuan itu, si mahasiswi itu melawan dengan menggigitnya.
Setelah ‘lolos dari perkosaan’ dengan menggigit lidah pelaku perkosaan itu, mahasiswi tersebut mengalami penuntutan atas aksi bela dirinya itu. Pria yang berniat memperkosanya itu melakukan penuntutan karena luka-luka yang dideritanya. Pria itu pergi ke kantor polisi terdekat untuk melaporkan bahwa si mahasiswi itu telah menyerangnya.
Dia bersikeras bahwa dia menciumnya dengan persetujuannya, tetapi bukti, termasuk perekam suara kotak hitam di dalam mobil, mengatakan sebaliknya. Penuntut memeriksa bukti dan mencapai kesimpulan bahwa dia menahannya dengan lakban sebelum secara paksa menciumnya. Perempuan itu melakukan aksi itu karena terpaksa melakukan perlawanan untuk membela diri.
Setelah menyimpulkan bahwa itu adalah pembelaan diri, penuntut membatalkan kasusnya minggu lalu. “Menggigit lidahnya adalah satu-satunya metode pembelaan diri dalam situasi khusus ini sehingga tidak memerlukan penuntutan hukum,” kata penuntut dalam dokumen tersebut.
Pria itu pun akhirnya ditangkap dan didakwa atas tuduhan penyerangan seksual.
Anggota parlemen Jung Choun-sook dari Partai Demokrat Korea yang berkuasa, yang mengepalai Komite Kesetaraan Gender dan Keluarga Majelis Nasional, menyambut baik keputusan penuntutan itu. Kasus tersebut, katanya, bertentangan dengan insiden “tidak masuk akal” serupa di masa lalu di mana menyalahkan korban telah menjadi norma.
“Mempertimbangkan omong kosong seperti itu, itu adalah kasus yang berarti di mana tindakan menantang korban pemerkosaan dibenarkan sebagai pembelaan diri,” kata anggota parlemen itu. [*]