Site icon Jernih.co

Majapahit Itu Kerajaan Hindu- Buddha, Bukan Islam

Gambar yang melukiskan keseharian masayarakat Majapahit.

Tentang koin bertuliskan Arab, baik Hasan dan Agus menilai, semua koin dari Arab dan Cina berlaku di Majapahit. Jadi bukan berarti dengan adanya koin tersebut Majapahit merupakan kerajaan Islam.

JERNIH– Kerajaan Majapahit jelas bercorak Hindu dan Buddha, bukan Islam. Memang di sekitar Trowulan pernah ditemukan beberapa nisan Islam, yang tertua bertarikh 1203 Masehi. Namun bukti Islam dalam kenegaraan tidak ada.

Hal tersebut dikatakan Hasan Djafar, pensiunan pengajar arkeologi Universitas Indonesia, dalam Diskusi Terpumpun tentang “Sejarah Kerajaan Majapahit” yang digelar Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, 2017 lalu. Diskusi dipandu Harry Widianto, direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman.

Menurut Hasan, Kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan dari Kerajaan Singhasari. Sejauh ini ditemukan 50-an prasasti dari zaman Majapahit, namun tidak semuanya bisa dibaca. Selain itu terdapat naskah-naskah kuno, antara lain kitab “Nagarakretagama”, kitab “Sutasoma” yang menyebut Bhinneka Tunggal Ika, kitab “Arjunawijaya” yang menulis antara Dewa Hindu dan Buddha tidak beda, dan sejumlah kidung. Benda-benda arkeologi yang ditemukan dan berasal dari zaman Majapahit, menurut Hasan, umumnya berupa candi, arca, dan mata uang.

Sebenarnya pada zaman Kadiri sudah ada masyarakat Islam di Gresik sebagaimana tergambar dari batu nisan Leran (1082 M). Namun, kata Hasan, bukti Islam dalam kenegaraan tidak ada. Kecuali Samudera Pasai pada 1290-an yang menurut kesaksian Marco Polo merupakan kerajaan Islam. Marco Polo adalah pengelana dari Italia.

Adanya Islam di Majapahit juga tergambar dari sumber berita Cina oleh Ma-huan (1447), seorang Muslim. Dikatakan, masyarakat Majapahit terdiri atas tiga golongan, yakni Hindu, Buddha, dan Islam. “Corak Hindu-Buddha tampak dari undang-undang, bangunan suci, dan sistem teologi yang berasal dari India,” kata Hasan. India merupakan tempat asal agama Hindu dan Buddha.

Menurut Prof. Agus Aris Munandar, dalam penelitian harus diperhatikan sumber atau data yang dipakai berdasarkan peringkat. Sumber paling otentik tentu saja prasasti sezaman, kronologi relatif dalam bentuk prasasti tanpa tarikh, data arkeologi (misalnya candi dan arca), karya sastra sezaman, karya sastra lebih muda, dan berita asing. “Legenda, mitos, dan dongeng, juga pendapat para ahli harus diperhatikan,” kata Agus.

Dari beberapa sumber inilah Agus menyimpulkan bahwa Majapahit merupakan kerajaan bercorak Hindu-Buddha. Dari sumber tertulis bisa dilihat gelar raja, misalnya Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawarddhana Anantawikramotunggadewa. Nama itu berciri Hindu.

Identitas agama Majapahit juga bisa dilihat dari konsep dewaraja atau raja sebagai dewa. Setiap raja di Majapahit memiliki dewa pujaan pribadi. Saat raja itu meninggal, dia diyakini akan bersatu dengan dewanya. Maka pada bangunan candi yang didirikan setelah raja meninggal, dibuatkan arca sebagai simbol raja tersebut. Arca Harihara, perpaduan antara Dewa Wisnu dan Dewa Siwa, dipandang merupakan arca perwujudan Raden Wijaya. Arca Harihara terdapat di Candi Simping, sekarang disimpan di Museum Nasional.

Nama pejabat tinggi di Majapahit juga menunjukkan corak Hindu dan Buddha. Misalnya ada istilah Dharmadhyaksa ring Kasaiwan (berasal dari kata Saiwa/Siwa atau Hindu) dan Dharmadhyaksa ring Kasogatan (berarti Kebudhaan). Dharmadhyaksa sendiri bermakna hakim tinggi. “Sejauh ini belum ada Dharmadhyaksa ring Muslimah atau lainnya,”kata Agus.

Soal surya Majapahit yang diklaim menjadi bukti keislaman Majapahit, menurut Hasan dan Agus, itu sebenarnya melambangkan delapan dewa penjaga arah mata angin (astadikpalaka). Dalam kepercayaan Hindu, tiap mata angin dijaga oleh setiap dewa. Surya Majapahit ditempatkan pada bagian atas candi, tepatnya pada batu sungkup.

Sebenarnya toleransi beragama sudah terjalin erat kala itu. Nisan-nisan kuno Islam yang ada di Majapahit ternyata di baliknya beraksarakan Jawa Kuno dengan tahun Saka. Jelas ada dua kebudayaan di Majapahit. Uniknya, di banyak makam juga ada hiasan kala-merga. Betapa Hindu dan Islam berjalan beriringan.

Tentang koin bertuliskan Arab, baik Hasan dan Agus menilai, semua koin dari Arab dan Cina berlaku di Majapahit. Jadi bukan berarti dengan adanya koin tersebut Majapahit merupakan kerajaan Islam. [  ]

Sumber  : Blog arkeologi Djulianto Susantio

Exit mobile version