- Oleh Mada Gandhi
Pulau Sumbawa jangan sampai kehilangan orientasi pembangunan. Luas wilayah tambang mengalahkan luas wilayah pertanian produktif yang menjadi mata pencarian masyarakat secara turun temurun.
Hingga saat ini, luas wilayah tambang mineral emas dan tembaga yang sedang eksplorasi maupun yang sudah berproduksi adalah 114.600 ha. Di luar ribuan hektar tambang galena, pasir besi, kapur tohor, dll yang telah ditarik ijinnya oleh pemerintah pusat karena tidak ada aktivitas dan lalai terhadap pajak-pajak.
Jika dijumlahkan keseluruhan maka wilayah tambang jauh lebih luas dari wilayah pertanian produktif. Lahan pertanian produktif P Sumbawa 120.912 ha dan Lombok 151.281 ha.
Perlu diingat luas wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) hampir 50 ribu km2. Sekitar 70-an % adalah wilayah P Sumbawa nyaris 4 kali P. Lombok. Atau luas P Lombok hanya 23,51% dari total luas NTB. Kultur mata pencarian masyarakatnya P. Sumbawa sesungguhnya secara turun temurun adalah pertanian dan nelayan.
Multiplier effect tambang sejauh ini tidak seperti yang diharapkan. Kondisi ekonomi masyarakat setempat justru mati karena karyawan yang ribuan jumlahnya tidak diberi akses untuk membelanjakan uang di masyarakat setempat sekitar tambang. Perusahaan plat merah (Perumda maupun Perseroda) belum mampu menjadi mitra strategis secara optimal, justru mengambil segmen usaha berebut dengan masyarakat kecil.
Di bidang pertanian masih berkutat soal kekurangan air yang menyebabkan tingkat produktifitas lahan rendah. Industri dan modernisasi pertanian belum menunjukkan perkembangan berarti. Di banyak tempat masyarakat masih terbatas hanya sekali setahun menanam karena kekurangan air. Musim hujan justru berubah menjadi bencana. Sejumlah bendungan besar dibangun di Sumbawa dengan biaya besar tetapi debit air selalu kurang karena hutan-hutan di sekitarnya sudah gundul dirambah untuk berladang.
Membandingkan dengan P Lombok jauh lebih produktif yang luasnya justru lebih kecil hanya seperempat luas P. Sumbawa. Apakah pulau Lombok hutan-hutannya terjaga ? jelas tidak. Di sana juga gunung gundul, tetapi sistem irigasi menggunakan konsep tertentu yang memungkinkan produktivitas pertanian tinggi.
Dalam kondisi seperti itu, pertanian masih menjadi andalan utama Produk Domestic Bruto (PDRB) Provinsi NTB di samping pertambangan dan perdagangan besar dan eceran.
Mengapa pertanian di P Sumbawa tidak sungguh-sungguh fokus dan diarahkan kepada industri dan moderenisasi sehingga memberikan hasil yang spektakuler.
Petani di P Sumbawa justru masih terjebak pada kultur tradisional, kendala yang dihadapi masih sama setiap tahun; kelangkaan pupuk, kekurangan tenaga buruh tani yang justru lebih suka menjadi TKI ke luar negeri, harga gabah anjlok dan tidak punya kuasa tentukan harga sendiri, dll.
Padahal dunia tambang, di Sumbawa baru dikenal sejak tahun 1980 an Ketika perusahaan asal Amerika Newmont masuk ke Sumbawa Barat. Kini, berturut-turut dan segera beroperasi lagi PT Sumbawa Timur Mining (STM) di Kecamatan Hu’u Dompu Kerjasama PT Antam dengan Vale/EasternStar Resources, disebut-sebut industri tambang kelas dunia.
Di Sumbawa Selatan kabupaten Sumbawa perluasan Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) dikabarkan kandungannya pun jauh lebih besar dari batu Hijau.
Masih di Sumbawa Selatan, ada Sumbawa Juta Raya juga yang sudah bergerak dalam beberapa tahun belakangan ini. Di Sumbawa barat, ada PT Sumbawa Barat Mineral yang sahamnya sudah diakuisisi raksasa AMNT.
Sehingga dilihat dari atas Pulau Sumbawa sudah dikepung oleh industri tambang kelas dunia. Memprihatinkan di tengah masih banyak masyarakat setempat mengeluh kesulitan lapangan kerja.
Di tengah masyarakat sekitar yang belum sepenuhnya merasakan multiplier effect secara langsung dari kehadiran industri tersebut yang sudah beroperasi di sekitar mereka. Bahkan belum mampu mengandalkan industri pertanian yang telah menjadi kultur mata pencarian nenek moyang.
Wallahualam bissowaf