Site icon Jernih.co

Menteri Agama Selamati Bahaiyyah, Ini Respons dari Ketua Umum MUI Sumbar

Kuil Bahai di New Delhi, India

Gusrizal mengatakan, ditinjau dari latar belakang sejarah, esensi ajaran dan gerakan penyebarannya selama ini, Bahaiyyah merupakan ajaran sesat yang menodai ajaran Islam, sekaligus menjadi pintu masuk musuh untuk merusak umat Islam.

JERNIH—Merespons pernyataan selamat dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas untuk kalangan penganut Bahaiyyah, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat, Buya Gusrizal datuk Palimo Basa, ikut angkat suara. Pada intinya, Buya Gusrizal meyayangkan pernyataan yang di masyarakat pun memicu pro-kontra tersebut.

Gusrizal mengatakan, ditinjau dari latar belakang sejarah, esensi ajaran dan gerakan penyebarannya selama ini, Bahaiyyah merupakan ajaran sesat yang menodai ajaran Islam, sekaligus menjadi pintu masuk musuh untuk merusak umat Islam.

Karena itu tidak mengherankan bila lembaga-lembaga umat Islam berskala internasional, nasional dan juga para tokoh ulama telah mengeluarkan keputusan tentang kesesatan aliran ini.

“Membiarkan dan melindunginya sebagai suatu agama berarti memberi payung legalitas bagi mereka untuk menyesatkan umat,” kata Gusrizal.

Menurut ketua umum MUI Sumbar itu, pencabutan Kepres pelarangan yang pernah dikeluarkan tidaklah otomatis mengakui Bahaiyyah sebagai agama yang memiliki kedudukan yang sama dengan agama-agama yang diakui di Indonesia. Dengan demikian, kata Gusrizal, dengan menyampaikan dan memberikan ucapan selamat hari raya sesuai ajaran mereka, Menag telah mengabaikan ghirah umat Islam dalam menjaga akidah Islam.

“Tak patut hanya berpijak kepada Kepres 69/2000 yang telah mencabut kepres 264/1962 karena itu tidak berarti Bahaiyyah mendapatkan posisi sebagai suatu agama yang diakui sejajar dengan agama resmi yang diakui,” kata Gusrizal.

Di samping itu, tugas negara khususnya Kemenag untuk melindungi agama-agama resmi dari penyesatan sejatinya merupakan amanah konstitusi,”kata Buya. Tentu saja, hal itu yang seharusnya menjadi prioritas Kementerian Agama.

Gusrizal menambahkan, tanpa terjaganya kebenaran ajaran agama, berarti umat beragama tidak bisa menjalankan agama mereka dengan benar. Karena itu Gusrizal menyayangkan sikap kurang pertimbangan Menag, yang menurutnya bisa memicu konflik antara umat dengan penganut ajaran Bahaiyyah.

Menurut Gusrizal, alangkah bijaknya di saat negara sedang berkutat menghadapi berbagai persoalan berat ini Menag bisa menyingkirkan terlebih dahulu perkara-perkara yang bisa memicu kekisruhan dan menggerus kepercayaan umat kepada pemerintah.

“Kalau memang sikap pemerintah dipandu oleh keadilan antar anak bangsa dalam persoalan keberagamaan, sepatutnya pemerintah mengkaji ulang pencabutan Kepres 264/1962 zaman Presiden Soekarno tersebut karena itu dilakukan tanpa melibatkan lembaga-lembaga umat Islam,” kata dia.

Bagi MUI Sumbar, hal itu merupakan kecelakaan sejarah yang sangatlah tidak wajar terjadi, karena Islam merupakan akar ajaran yang kemudian diselewengkan oleh kalangan Bahaiyyah. [Minangkabaunews]

Exit mobile version