- Sebagian anak-anak mati di dalam rumah, bukan di jalanan.
- Tentara Myanmar dipastikan masih akan membunuh beberapa puluh anak lagi untuk menghentikan penduduk berunjuk rasa.
JERNIH –– Junta militer Myanmar menghadapi tuduhan baru dari dunia internasional, sehubungan kematian 44 anak-anak selama aksi unjuk rasa menolak kudeta.
“Kami terkejut anak-anak terus menjadi sasaran serangan mematikan, meski ada seruan berulang kali untuk melindungi anak-anak dari bahaya,” demikian pernyataan Save the Children, sebuah badan amal untuk anak-anak.
Beberapa anak, menurut badan amal itu, ditembak di dalam rumah. Padahal, rumah seharusnya menjadi tempat paling aman bagi anak.
Kaus Khin Myo Chit mungkin yang paling tragis. Bocah perempuan usia tujuh tahun itu ditembak saat berada di pangkuan ayahnya.
Myo Chit masih bernafas ketika peluru merobek perutnya. Ia dilarikan ke rumah sakit, dan meninggal dunia. Tentara datang lagi ke rumahnya untuk mengambil jenasah Myo Chit.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) mengatakan dari 543 korban penembakan tentara selama aksi unjuk rasa, 44 adalah anak-anak. Save the Chilndren mencatat jumlah korban di kalangan anak-anak meningkat dalam 12 hari terakhir.
Human Rights Watch (HRW) mengatakan junta militer secara paksa menghilangkan ratusan orang, menolak mengkonfirmasi lokasi mereka atau mengijinkan akses ke pengacara.
“Penggunaan penangkapan sewenang-wenang dan penghilangan paksa oleh junta militer dirancang untuk menimbulkan ketakutan masyarakat anti-kudeta,”kata Brad Adams, direktur HRW Asia.