- Sekitar 10 ribu pengungsi etnis Karen, Karenni, ratusan aktivis politik, pegawai negeri pembangkang, mengungsi ke Thailand.
- PM Prayut Chan-o-cha menjamin akan menerima pengungsi dan memperlakukan sesuai prosedur.
JERNIH — Thailand membuka perbatasannya untuk dimasuki ribuan pengungsi etnis Karen, menyusul serangan udara jet jet tempur Myanmar terhadap sejumlah desa.
Sekitar 2.000 pengungsi Karen memasuki Propinsi Mae Hong Son. Sithichai Jindaluang, gubernur Mae Hong Son, mengatakan pengungsi ditampung di Distrik Mae Sariang dan Khun Yuam.
“Mereka yang tidak dapat, atau menolak, kembali ke kampung halaman setelah serangan udara, kami akan memperlakukan mereka berdasarkan pedoman yang dikeluarkan pemerintah Thailand,” kata Gubernur Sathichai.
“Jika situasi di Myanmar memburuk dan lebih banyak pengungsi masuk ke Thailand, kami akan mempertimbangkan membangun pusat pengungsian dengan persetujuan Kementerian Dalam Negeri,” lanjutnya.
Tujuh pengungsi Karen terluka. Mereka dibawa ke rumah sakit berbeda di propinsi itu.
Sebelumnya Thailand dikritik karena menggebah ribuan pengungsi Karen yang memasuki wilayahnya. Namun laporan media Thailand tentang tindakan mematikan militer Myanmar terhadap pengunjuk rasa, dan serangan udara terus-menerus yang menargetkan etnis Karen, mengubah sikap Thailand.
PM Thailand Prayut Chan-o-cha mengatakan pengungsi yang melarikan diri dari Myanmar diijinkan masuk ke Thailand dengan alasan kemanusiaan jika kekerasan meningkat.
“Thailand tidak akan menolak mereka. Ketika mereka dalam masalah, kami tidak akan menolak mereka masuk ke negeri kami,” kata PM Prayut kepada Bangkok Post. “Namun ini tidak berarti kami mengijinkan mereka masuk dengan tangan terbuka.”
Gubernur Sathichai mengatakan pasukan dari Satgas Naresuan, yang bertanggung jawab atas keamanan perbatasan, telah dikerahkan untuk menjaga pengungsi Karen.
Thailand kini menampung 10 ribu pengungsi. Sebagian etnis Karen dan Karenni. Seluruhnya ditampung di kamp-kamp di sepanjang perbatasan.
Tidak hanya etnis Karen dan Kerenni, ratusan aktivis, politisi, dan pegawai negeri yang menolak bekerja dengan junta militer, juga melarikan diri ke wilayah yang dikuasai pemberontak di sepanjang perbatasan Thailand.