JAKARTA– Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dari 31 provinsi siap melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas pasal – pasal yang ada di UU Jaminan Produk Halal. Gugatan tersebut telah dapat dilihat sejak 14 Oktober lalu di website MK.
Gugatan itu dilakukan, karena sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), MUI tidak lagi berwenang menerbitkan sertifikasi halal. UU JPH telah memberikan hak kepada Menteri Agama untuk membentuk badan yang bertugas mengawasi dan memberikan sertifikat halal sebagaimana tertuang dalam Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 47 ayat 2 UU JPH.
Di internal MUI sendiri disebut-sebut terjadi pro-kontra atas berpindahnya wewenang penerbitan sertifikasi halal kepada Kementerian Agama tersebut. Paling tidak, secara resmi Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan MUI menyambut positif dan siap mendukung berlakunya UU JPH.
“Spirit lahirnya UU JPH harus dimaknai bahwa negara hadir dalam penjaminan produk halal di Indonesia. Implikasinya adalah adanya pembagian peran pemerintah dan MUI dalam penyelenggaraan layanan sertifikasi halal,” kata Zainut.
Dalam UU JPH, masih diatur peran MUI, yakni dalam Pasal 10 ayat (1). Di sana ditegaskan MUI diberikan peran melakukan sertifikasi auditor, penetapan fatwa produk halal, dan akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Selain itu, LPPOM MUI sebagai LPH tetap menjalankan peran dalam melakukan pemeriksaan produk halal.
“Terhadap ketiga peran tersebut, MUI siap melaksanakan tugas sesuai amanat UU,” kata dia.
Menurut Zainut, hingga saat ini LPPOM MUI telah diakui eksistensinya, baik di dalam maupun luar negeri. Standar Halal ‘HAS 23000’ telah diterapkan di Indonesia dan diadopsi lebih dari 50 lembaga sertifikasi halal luar negeri. Selain menerapkan ‘HAS 23000’ lembaga sertifikasi halal luar negeri juga meminta pengakuan dari MUI. [tvl]