- Ales Bialiatski dipenjara, Memorial dibubarkan, hanya Center for Civil Liberties masih berfungsi.
- Komite Nobel Norwegia mendesak Belarusia melepas Ales Bialiatski.
JERNIH — Komite Nobel Norwegia, Jumat 7 Oktober, menganugerahkan Nobel Perdamaian untuk aktivis hak asasi manusia (HAM) Belarusia; Ales Bialiatski, Memorial of Rusia, dan Center for Civil Liberties.
“Mereka melakukan upaya luar biasa untuk mendokumentasikan kejahatan perang, pelanggaran HAM, dan penyalahgunaan kekuasaan,” kata Bertis Reiss-Andersen, ketua Komite Nobel Norwegia, kepada wartawan.
“Bersama-sama mereka menunjukan pentingnya masyarakat sipil untuk perdamaian dan demokrasi,” lanjutnya.
Komite Nobel juga menyeru pembebasan Bialiatski, yang kini mendekam di penjara atas tuduhan penggelapan pajak. “Kami berharap Bialiatski bisa datang ke Oslo untuk menerima anugerah kehormatan ini,” kata Reiss-Andersen.
Siapa Bialiatski
Bialiatski, kini berusia 60 tahun, ditangkap Juli lalu. Kritikus mengatakan penangkapan itu sebagai cara orang kuat Belarusia Alexander Lukashenko membungkam pekerjaannya.
Spring, organisasi yang didirikan Bialiatski tahun 1996, adalah kelompok hak asasi paling terkemuka di Belarusia. Organisasi ini memetakan kecenderungan Lukashenko dan pasukan keamanannya yang semakin otoriter.
Organisasi didirikan saat protes massa pro-demokrasi beberapa tahun setelah keruntuhan Uni Soviet. Aktivis Spring berusaha membantu pengunjuk rasa yang ditahan dan keluarga mereka.
Sejak saat itu Bialiatski dan Spring menjadi terkenal karena rezim Lukashenko semakin brutal mempertahankan kekuasaannya.
Tahun 2020, ketika terjadi demo besar-besaran di seluruh negeri, Spring dengan cermat melacak jumlah orang yang ditahan setelah penggrebekan di polisi di sekujur Belarusia.
Usai pemilu, Bialiatski menggambarkan teror nyata menguasai kota regional dan Minsk, ibu kota Belarusia, ketika pihak berwenang bekerja keras meredam perbedaan pendapat.
Svetlana Tikhanovskaya, pemimpin oposisi Belarusia, mengatakan keputusan memberikan Hadiah Nobel Perdamaian untuk Bialiatski adalah pengakuan terhadap perjuangan warga Belarusia untuk kebebasan dan demokrasi.
Istri Bialiatski mengatakan kepada kantor berita AFP betapa dia kewalahan menahan emosi. “Saya berterima kasih kepada Komite Nobel dan komunitas internasional yang mengakui karya suami saya dan organisasinya,” katanya.
Memorial
Memorial of Rusia, lebih dikenal dengan Memorial, adalah kelompok hak asasi paling dihormati di Rusia. Tahun lalu, kelompok ini diperintahkan tutup selama gelombang penindasan terhadap suara kritis.
Kelompok ini muncul tahun 1990-an sebagai simbol harapan selama transisi kacau balau Rusia menuju demokrasi. Memorial dibubarkan akhir tahun lalu, sebagai indikasi kecenderungan otoriter Presiden Vladimir Putin.
Memorial menjadi pilar utama masyarakat sipil yang berjuang melestarikan ingatan korban penindasan komunis, dan berkampanye melawan pelanggaran HAM terkait perang brutal di Chechnya dan sekitarnya.
Kelompok ini menyimpan arsip besar kejahatan era Un Soviet, dan mempertanyakan narasi resmi yang menutupi kengerian di bawah Joseph Stalin. Tidak hanya itu, Memorial juga menunjukan kepedulian terhadap pelanggaran hak komtemporer dengan melawan tentara bayaran Rusia di Suriah.
Memorial kini menyusun daftar tahanan politik yang mencakup anggota kelompok terlarang Saksi Yehovah dan Alexey Navalni, kritikus Putin paling menonjol. Navalny kini mendekam di penjara, setelah selamat dari serangan racun.
Center for Civil Liberties
Dibentuk tahun 2007, Center for Civil Liberties terlibat dalam upaya mengidentifikasi dan mendokumentasikan kejahatan pearng terhadap penduduk sipil Ukraina sejak awal invasi Rusia, Februari lalu.
“Bekerja sama dengan mitra internasional, Center for Civil Liberties memainkan peran perintis dengan maksud meminta pertanggung-jawaban pihak bersalah atas kejahatan,” kata Komite Nobel Norwegia.
Presiden Vladimir Putin, menurut Komite Novel Norwegia, memimpin penindasan hak asasi manusia. Namun, pemberian Nobel Perdamaian kepada Center for Civil Liberties bukan pesan langsung kepada Putin.
“Kami hanya ingin menyoroti cara masyarakat sipil dan pembela hak asasi manusia ditindas,” kata Reiss-Andersen.