Penerapan sanksi denda ditujukan kepada operator atau pemilik angkutan.
JERNIH-Tim gabungan Operasi Yustisi bersama Ditlantas Polda Metro Jaya melakukan razia dengan sasaran angkutan umum atau angkot. Adapun target operasi untuk mengecek kepatuhan angkot tersebut mematuhi protokol kesehatan.
Tim Operasi bermaksud melihat apakah angkot tersebut mematuhi aturan tentang kapasitas penumpang yang boleh diangkut selama berlangsungnya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat.
Dalam pelaksanaan Operasi Yustisi di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (21/9/2020), Polisi menemukan 26 angkutan umum melanggar protokol kesehatan tentang aturan kapasitas angkot dimana angkot tersebut mengangkut penumpang dengan jumlah melebihi kapasitas.
Tim gabungan Yustisi memberi denda 24 mobil angkot tersebut sebesar Rp 50 juta, sementara dua bajaj diberi peringatan.
“Bila kemudian melanggar kembali kena sanksi dendanya Rp 50 juta, pelanggaran berikutnya Rp 100 juta dan keempat Rp 150 juta,” kata Dirlantas Polda Metro Jaya, KombesPol Sambodo Purnomo Yogo.
Penerapan sanksi tersebut mengacu pada Pergub Nomor 79 Tahun 2020. Sementara sanksi tersebut diberikan bukan ditujukan kepada sopir, tapi kepada operator atau pemilik angkutan.
“Jika denda itu tidak dibayar maka dari pemerintah, dalam hal ini Pemprov DKI berhak mencabut izin usaha. Itu kita lakukan untuk menghindari klaster angkutan umum,” kata Sambodo.
Pihak kepolisian bersama Pemprov DKI mengancam akan mencabut izin usaha operator angkutan tersebut jika dalam waktu seminggu tidak menindaklanjuti pembayaran dendanya.
Sementara itu Kadishub DKI Jakarta Syafrin Liputo menjelaskan bahwa maksimal kapasitas angkutan umum mobil ialah lima penumpang dengan aturan bangku kiri dua penumpang, bangku kanan tiga penumpang dan bangku depan hanya boleh diisi sopir. (tvl)