Site icon Jernih.co

Pakar Bilang Penangkapan Dea Tunjukkan Polisi Pilih-pilih Kasus Pornografi

“Nah di situ lah masyarakat memandang kurang adilnya di sini. Jadi hanya yang public figure yang jadi sorotan media itu saja yang dikenakan,” katanya lagi.

JERNIH-Bagi sebagian orang, film porno dibilang sebagai alat pemersatu bangsa. Seorang budayawan yang rada nyeleneh mengatakan, kalau film macam ini yang menebar cinta penuh birahi harus dilarang, masa aksi kekerasan bisa berseliweran di media sosial dengan bebasnya.

Meski sering kebobolan, hukum di Indonesia mengharamkan peredaran film atau foto syur baik yang diproduksi orang luar negeri apalagi dari dalam negeri. Dan kali ini, Dea yang belakangan dikenal dengan sebutan Dea Onlyfans, kudu berurusan dengan Polisi sebab diduga dengan sengaja membuat dan menyebarkan gambar-gambar yang bikin jantung lelaki deg-degan.

Hanya saja, meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, Dea tak ditahan Polisi sebab dinilai masih berstatus sebagai mahasiswi dan mengaku ingin selesaikan kuliahnya. Aan Eko Widiarto, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Brawijaya, tak sependapat dengan alasan pihak berwajib tersebut.

Dia bilang, para pemilik akun Onlyfans yang menampilkan konten pornografi, bisa dipidanakan tanpa kudu tertangkap tangan di depan umum. Dia pun mengajak membandingkan antara kasus Siskaee dan Dea yang kini ditangani Polisi.

Siskaee, ditangkap setelah melakukan aksi pornografi di Bandara Yogyakarta sedangkan Dea ditetapkan sebagai tersangka setelah namanya terkenal. Menurut Aan, Dea bisa ditangkap tanpa harus menunggu lebih dulu namanya mencuat. Asalkan terbukti, sudah cukup dijadikan alasan untuk menjerat dan menahannya.

“Ya, sudah bisa [ditangkap], tidak harus ada pertunjukan di muka umum,” kata Aan, Jumat (25/3).

Tindakan Dea, menurut Aan, sudah memenuhi definisi pornografi seperti dikatakan Undang-Undang nomor 48 tahun 28 tentang pornografi. Soal dilakukan di muka umum atau tidak, dia bilang, definisi dalam aturan itu tidak harus dilakukan di ruang publik.

“Jadi dalam UU Pornografi khususnya di Pasal 1 Angka 1, perbuatannya itu bisa dalam bentuk media komunikasi lain,” ujarnya.

Tak ditahannya Dea, menurut Aan lantaran Polisi masih tebang pilih melihat latar belakang pemilik akun Onlyfans. Sebab ada begitu banyak profil di sana yang memproduksi konten pornografi namun masih bebas berkeliaran, dan ini menjadi contoh permasalahan hukum di Indonesia.

“Kalau menggunakan Pasal 55 KUHAP soal penyertaan, yang kena itu banyak, semuanya kena, gak hanya pembuatnya saja, atau penyebarnya, yang turut serta juga kena, harusnya begitu,” kata Aan melanjutkan.

Aan bilang, Polisi cuma mau menangkap tokoh publik atau orang terkenal yang melakukan tindak pidana pornografi saja. Padahal, kalau melihat aturannya, pihak yang memiliki dan menyebarkan pun harusnya ikut diproses hukum.

“Nah di situ lah masyarakat memandang kurang adilnya di sini. Jadi hanya yang public figure yang jadi sorotan media itu saja yang dikenakan,” katanya lagi.

Hingga detik ini, Polisi belum merinci kasus yang menjerat Dea dan cuma disebutkan terlibat kasus pornografi.

Meski tidak tertangkap tangan, Dea berhak mengetahui tindak pidana yang menjeratnya saat dilakukan penangkapan. Sebab menurut Aan, dalam hukum acara diatur harus ada surat penangkapan dan disebutkan pasal apa yang disangkakan.

Dea sendiri, ditangkap di rumahnya di Malang, Jawa Timur oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.[]

Exit mobile version