Site icon Jernih.co

Pandemi Covid-19 Bikin Yakuza Jatuh Miskin

JERNIH — Seorang bos Yakuza, organisasi kriminal Jepang, mengeluh kehilangan penghasilan dari bisnis ilegal akibat pandemi Covid-19.

“Kami biasanya menghasilkan banyak uang dengan berjualan di kios pop-up kepada orang-orang yang mengunjungi kuil di akhir tahun dan Tahun Baru,” kata bos dari salah satu kelompok Yakuza yang menolak disebut nama.

Kepada Daily Shincho, bos Yakuza itu mengatakan aliran pendapatan itu tidak mungkin dipertahankan selama pandemi.

Beberapa fesetival rakyat dibatalkan atau dibatasi karena Jepang menerapkan keadaan darurat untuk mengekang penyebaran Covid-19. Kebijakan ini memaksa penduduk Jepang bertahan di rumah sekian lama.

“Dibanding tahun-tahun sebelumnya, penghasilan kami menyusut 70 persen,” kata bos Yakuza itu. “Jumlah warung makan yang beroperasi menyusut. Kunjungan orang ke kuil semakin menipis.”

Soranews24 menjelaskan di Jepang, warung penjual makanan dikelola kuil atau kelompok masyarakat, dan hanya muncul selama liburan.

Kios-kios itu diawasi, dan menyetor sejumlah uang, ke Yakuza. Jumlah kios makanan, atau penjualan barang-barang lain, sedemikian banyak.

Kuil Meiji Tokyo, yang menerima kunjungan paling banyak setiap Tahun Baru Jepang, tahun ini mempersingkat jam operasional.

“Tidak ada lagi orang di sekitar kuil pada pukul 20:00 atau 21:00 malam, yang biasa sibuk,” keluh bos mafia itu.

Taman Ueno Tokyo juga membatalkan Festival Bunga Sakura tahunan — salah satu acara melihat bunga sakura terbesar di Jepang. Pembatalan acara sangat memukul keuangan Yakuza.

Selain di sektor bisnis, Yakuza juga cukup menderita dengan banyaknya anggota mereka yang lebih tua tertular virus korona. Akibatnya, tidak ada lagi pertemuan akhir tahun antarkelompok dan pesta minum.

Mei lalu, Sky News melaporkan Yakuza terlibat penipuan terkait virus korona dan menaikan harga obat-obatan di jalanan, untuk menutupi kekurangan pendapatan akibat pandemi.

Jeringan kejahatan berusia berabad-abad ini juga melakukan pekerjaan kemanusiaan untuk meningkatkan citra.

Jepang mempertahankan angka kematian sangat rendah sejak pendemi dimulai, mengingat ukuran dan kepadatan penduduk.

Infeksi juga tetap rendah. Namun yang paling mengejutkan adalah Jepang menghindari penguncian seperti di negara lain.

Banyak orang Jepang sukarela tinggal di rumah, menghindari kerumunan besar tanpa diperintah. Tindakan sadar diri inilah yang mengurangi penyebaran virus.

Ketika angka penularan dan kematian mulai naik, Jepang mengeluarkan kebijakan darurat nasional. Namun, dibanding negara lain, Jepang tidak mengenal lockdown.

Jepang mencatat 688 kasus baru, Senin lalu, menambah angka tertular menjadi 433 ribu dengan 7.940 meninggal.

Exit mobile version