- Ftalat, bahan yang digunakan dalam pembuatan plastik, dan bahan kimia lain menyebabkan jumlah bayi berpenis kecil meningkat.
- Penurunan ukuran penis juga dialami spesies lain, buaya, katak, ikan, dan harimau.
- Tingkat reproduksi umat manusia dan spesies lain terancam.
- Tapi perlu puluhan tahun menyadarkan umat manusia akan bahaya bagi planet ini.
JERNIH — Seorang ahli epidemiologi terkemuka, dalam buku terbarunya, memaparkan paparan plastik dan bahan kimia lainnya dalam kehidupan modern memperkecil ukuran penis, menurunkan produksi sperma, dan mengikis kesuburan. Masa depan umat manusia terancam.
“Sederhananya, kita hidup di era reproduksi yang memiliki efek bergema di seluruh planet,” kata Dr Shanna Swan, ahli epidemiologi itu, dalam Count Down — buku terbarunya.
Dr Swan menuduh ftalat, yang digunakan dalam pembuatan plastik, dan bahan kimia lainnya menyebabkan efek mengkhawatirkan seperti peningkatan jumlah bayi dengan penis kecil, menurunkan kadar testosteron secara tajam pada pria.
Di negara-negara Barat, jumlah sperma turun 59 persen sejak 1973 sampai 2011, dan tingkat kesuburan menurun 50 persen selama setengah abad terakhir.
Perkembangan reproduksi wanita dan tingkat estrogen juga berubah. “Di beberapa bagian dunia, rata-rata wanita usia 20-an kurang subur dibandingkan nenek mereka yang saat berusia 35 tahun,” kata Dr Swan.
Malapetaka reproduksi juga mempengaruhi hewan. Dr Swan menunjuk pada penis kecil aligator, macan kumbang, dan cerpelai. Situasi serupa dialami banyak jenis ikan, katak, burung, dan kura-kura hermaprodite.
“Spesies planet kita dalam bahaya besar, kecuali kita mengambil langkah untuk membalikan pengaruh ini,” ujar Dr Swan dalam bukunya.
Menurutnya, memenuhi tiga dari lima kriteria menentukan apakah satu spesies terancm punah. Namun, hanya satu dari lima kriteria yang harus dipenuhi agar spesies punah.
Studi Universitas Washington menunjukan tingkat kesuburan yang menurun diperkirakan akan mengurangi separuh populasi di 23 negara; tiga di antaranya Spanyol, Jepang, dan Italia, pada tahun 2100.
Tingkat kesuburan global diperkirakan turun dari 2,4 persen tahun 2017 menjadi 1,7 persen pada tahun 2100. Padahal, PBB mematok level di atas 2,1 persen untuk mempertahankan tingkat populasi saat ini.
Beberapa orang menyangkal tren kesuburan yang mengkhawatirkan ini. Lainnya mengabaikan karena menganggap planet ini terlalu padat.
“Mungkin perlu puluhan tahun untuk membuat publik menanggapi masalah ini dengan serius,” katanya.
Langkah yang harus diambil adalah modifikasi menyeluruh pada jenis dan volume bahan kimia dipompa ke lingkungan diperkirakan memulihkan produktivitas.